Belajar dari Sebuah Wacana

28 Okt 2010
Oleh: Faried Rachman Hakiem

Di saat negara-negara maju sudah bisa merasakan hasil dari pendidikan di negara mereka, negara kita, Indonesia, masih saja mencari sistem pendidikan yang sesuai untuk masyarakatnya yang unik. Sudah beberapa kali sistem pendidikan kita berubah karena banyak ditemukan permasalahan. Berbagai upaya dilakukan, tetapi sampai sekarang pendidikan kita dirasa masih belum nyaman.

Setiap harinya permasalahan ini tetap asyik untuk diperbincangkan. Masyarakat kurang mampu selalu bertanya-tanya tentang biaya pendidikan. Golongan menengah ke atas masih meragukan kualitas pendidikan. Para anggota dewan baik itu yang ada di tingkat pusat atau tingkat daerah masih terus mencari solusi untuk masalah pendidikan kita.

Berbagai wacana dan usulan keluar dari para anggota dewan. Belum lama ini salah satu anggota Komisi IV DPRD Jambi berwacana supaya diadakan tes keperawanan sebagai syarat untuk masuk ke sekolah negeri. Anggota dewan itu beralasan agar para siswi lebih menjaga pergaulan dan akhlaknya. Wacana ini mengemuka karena saat ini pergaulan bebas semakin tidak terkendali. Bahkan banyak dari para pelaku pergaulan bebas ini adalah peserta didik dari berbagai tingkatannya.

Wacana yang cukup menarik sekaligus nyleneh. Disaat masih banyak permasalahan pendidikan yang lebih mendesak untuk segera diselesaikan, wacana yang banyak mengandung sisi negatif itu keluar dari seorang anggota dewan. Sepertinya anggota dewan itu lupa untuk berfikir mengenai sisi-sisi negatif sebelum berwacana.

Para dokter yang ahli dalam bidang “sensitive” ini juga ikut mengomentari wacana yang menyangkut bidangnya. Menurut mereka, hilangnya keperawanan (robeknya selaput dara) seseorang tidak selalu disebabkan pernahnya seseorang berhubungan badan. Kadang olah raga yang dilakukan tanpa hati-hati dan berlebihan juga bisa mengakibatkan robeknya selaput dara. Jadi menurut mereka, keperawanan seseorang tidak bisa menjadi ukuran baik buruknya pribadi seseorang.

Wacana ini mempunyai sisi negative yang lebih banyak dari pada sisi positifnya. Psikologi anak yang akan terkena efeknya. Ketika seorang anak diketahui sudah tidak perawan lagi, maka kepercayaan dirinya juga akan hilang. Padahal salah satu tujuan pendidikan adalah menumbuhkan kepercayaan diri peserta didik. Ini jelas sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan itu sendiri.

Bukannya menyelesaikan masalah, wacana ini malah akan menambah lagi permasalah pendidikan di Indonesia. Prof. Dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, seorang seksolog Universitas Udayana mengatakan, gagasan tes keperawanan sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Selain itu, beliau juga menilai gagasan ini sangat diskriminatif. Sebab tes semacam ini tidak bisa dilakukan pada murid laki-laki. Tidak pantas rasanya kalau di negara kita ada sekolah khusus siswa yang sudah tidak perawan dan atau mungkin siswa yang sudah tidak perjaka lagi.

Wacana ini bukanlah solusi untuk mengatasi masalah pergaulan bebas para peserta didik. Bahkan beberapa orang, termasuk anggota dewan lain menilai wacana ini berpotensi menjadi bisnis para anggota dewan. Saat ini penjualan jasa “mengembalikan” keperawanan dengan memasang selaput dara bautan memang lagi marak. Jadi sangat beralasan mengapa mereka beranggapan wacana ini akan menjadi bisnis para anggota dewan.

Untuk mengatasi pergaulan bebas para peserta didik, harusnya pihak sekolah dan keluarga yang merupakan lingkungan terdekat para peserta didik memberikan pemahaman agama yang benar tentang batasan pergaulan. Dengan demikian anak mempunyai bekal untuk bergaul dengan batasan-batasan yang sudah mereka fahami.

Lingkungan di luar sekolah dan keluarga juga mempunyai peran yang besar dalam mewarnai perilaku anak, dalam hal ini perilaku pergaulan. Mereka akan menemukan perbedaan antara pemahaman yang mereka dapat di keluarga dan sekolah dengan realita yang ada di lingkuangan luar rumah dan sekolah. Lingkungan yang dimaksud adalah semua yang ada di sekitar anak, baik itu teman dekat, tetangga, media cetak dan elektronik, dan semua yang berpotensi mempengaruhi pergaulan anak.

Di sini lah peran pemerintah yang mempunyai wewenang untuk mengatur dengan membuat peraturan-peraturan yang berkaitan dengan lingkungan. Tentunya peraturan yang berkulitas dan banyak manfaatnya, bukan malah sebaliknya. Pemerintah harusnya mampu menyaring tayangan-tayangan yang mendukung pergaulan bebas. Ironisnya, mayoritas tayangan media kita malah mendukung untuk terjadinya pergaulan bebas. Belum lagi tempat-tempat umum seperti diskotik,, bahkan tempat prostitusi diizinkan beroprasi. Dari sini pemerintah kita terkesan setengah-setengah dalam menyelesaikan masalah pergaulan bebas para peserta didik bahkan lebih luas lagi masyarakat.

Dalam setiap kejadian, Allah SWT sudah menjanjikan hikmah yang terkandung di dalamnya. Dari wacana tes keperawanan sebagai syarat masuk ke sekolah negeri ini, Allah swt telah memberi tahu bahwa, pertama, permasalahan muncul karena kurangnya ilmu agama. Kedua, pentingnya pendidikan di keluarga (lembaga pendidikan terdekat dengan anak). Ketiga, lingkungan di sekitar kita masih mendukung terjadinya pergaulan bebas. Keempat, kualitas keilmuan sebagian pemimpin kita masih sedikit. Kelima, kita harus menyiapkan diri kita untuk mendidik anak kita nantinya. Keenam, hal negatif sekali pun selalu datang bersama dengan hikmah, tentu bagi orang yang selalu berhusnudhan. Ketujuh, tidak ada permasalahan tanpa solusi, dan agama Islam ada untuk memberikan solusi dalam setiap permasalahan. Kedelapan, kita harus peka terhadap permasalah-permasalahan yang sedang terjadi di negara kita. Kesembilan, kita tidak hidup sendiri, kadang perilaku tidak baik orang di sekitar kita karena mencontoh perilaku kita. Salah satu tanggung jawab sosial kita adalah memberi teladan yang baik.

Semoga kita termasuk dari sedikitnya orang yang bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian. Tetap berdoa, berhusnudhan, berikhtiar, tersenyum, dan raihlah ketenangan. []
Selanjutnya....

Hakekat Tasawuf: Wawancara dengan KH. Said Aqil Siradj

26 Okt 2010
Terkait dengan pertemuan yang diadakan oleh The Executive Bureau of the World Islamic People's Leadership (WIPL) dan International Bureau of Sufism pada 11-12 Oktober 2010 lalu di Tripoli, Libya, kami mencoba untuk menggali lebih dalam tentang salah satu agenda yang dibahas disana, yaitu tasawuf. Hadir dari Indonesia perwakilan yang sekaligus menjadi sekjen organisasi internasional tersebut, Bapak. Prof. Dr. K.H. Said Aqil Sirodj, MA. Nah, bagaimana pandangan khas beliau tentang dunia tasawuf ? Berikut petikan wawancara kami.

Sejak dulu, tasawuf telah menuai pro-kontra di dunia Islam sendiri. Bagaimana sebenarnya tasawuf dalam pandangan Bapak ?
Sejak lahirnya, tasawuf memang sudah ada yang menyikapinya dengan pro dan kontra. Yang kontra terutama dari ulama hadits akibat perkataan ulama tasawuf yang menganggap tidak cukup mengurusi amaliah lahir (esoteric) tapi juga harus bersifat batin. Tetapi, asal mula tasawuf itu sendiri berangkat dari zuhud dalam menyikapi dunia. Ambisi kemewahan, hedonisme dan hawa nafsu disikapi dengan meninggalkan itu semua karena dianggap negatif. Bahkan, dianggap menghalangi kita menggapai hakikat kebenaran.

Seseorang tidak akan mencapai sesuatu yang sebenar-benarnya apabila masih terlalu memikirkan materi dan hawa nafsu. Makanya definisi tasawuf yang dimunculkan oleh Umar Ma’ruf at Karkhi (200 H) : “al ahkdzu bil hakoiq wal ya’su mimma fi aidil kholaiq” (mencari kebenaran dan menjauhi apa yang ada di tangan makhluk). Artinya, hal-hal tadi dianggap sebagai suatu kepalsuan jika tidak diimbangi dengan sikap batin yang bersih. Jadi, walaupun ia hafal Al-quran tapi masih sombong, dengki, maka tidak akan mencapai hakekat.

Dan tentang pro-kontra ini, beberapa ulama mencoba untuk mengharmoniskannya, seperti upaya yang dilakukan oleh Imam Ghozali, Imam Bushairi, Junaid. Mereka mensinergikan antara syariat dan hakekat, lahir dan batin. Kata ghozali, “lahir saja menjadi fasiq, dan batin saja menjadi zindiq”.

Karenanya, kalau ada seseorang yang kontra asalkan ia menyikapinya sesuai dengan argumentasi ilmiah dan tanpa mencaci maki, maka akan kita terima.

Pendapat bahwa tasawuf tidak ada dalam Islam karena merupakan hal baru?
Segala sesuatu tidak harus ada pada zaman Nabi. Dalam Al-qur’an sendiri, yang ada adalah ajaran untuk mendorong kita berpikir dan berilmu. Tapi ilmu spesifik apa itu tidak ada disana. Ilmu fikih, ushul, tafsir, nahwu, tajwid dan sebagainya baru ada berpuluh tahun atau abad setelah Nabi wafat. Ilmu tajwid baru ada pada abad kedua oleh Abu Ubaid Qosim bin Salam. Mustalah hadist pada akhir abad pertama oleh Sihabudin Ar Romahurmuzi atas perintah Umar bin Abd Aziz. Berbagai ilmu tersebut merupakan suatu kreatifitas yang tidak ada pada zaman Nabi.

Jadi argumentasi mereka?
Ya nggak tahu. Biasanya mereka cuma berargumen bahwa tasawuf itu tidak dikenal dalam Islam. Tapi, kita sendiri meyakini tasawuf ada sebagai subtansi dari Islam. Rosulullah kan mengajarkan tawadlu, sopan santun, sabar, toleran, pemaaf. Nah, itu semua merupakan ajaran tasawuf.

Terkait sikap zuhud serta tasawuf yang katanya menjadi sumber kemadegan dunia Islam?
Pada hakikatnya zuhud itu suatu sikap yang menganggap bahwa dunia bukanlah segalanya. Kita boleh kaya tapi jangan terlalu dipikirkan kekayaan itu. Nah, kalau ada yang merasa hidupnya susah karena melarat dan ia tidak mau memikirkan dunia, ya itu memang namanya melarat, bukan zahid.

Dalam hadits disebutkan salah satu sahabat bertanya pada Rosulullah: “tunjukkan pada kami amal apa yang menjadikan Allah dan manusia bisa mencintai kami?” Rosulullah bilang: “izhad ma fi aidin nas”. (zuhudlah dari apa yang dimiliki manusia). Zuhud ini bisa dicontohkan ketika kita beramal maka tidak untuk kepentingan pribadi tapi untuk kepentingan umum. Kita bisa lihat Abdul Halim Mahmud, salah satu Syakul Azhar. Beliau waktu itu digaji 500 Juneih. Maka, sebagian kecil dia ambil untuk dirinya, sisanya disedekahkan.

Nah, hakekat zuhud inilah yang juga ada dalam tasawuf. Tasawuf itu adalah mencari kebenaran melalui mujahadah atau olah hati agar kita tidak terlalu cinta dan berambisi terhadap harta; tidak terlalu sombong dan semacamnya. Inti tasawuf inilah yang disebutkan dalam surat al-hadid: 16, yaitu agar kita sebagai orang mukmin mempunyai hati yang bersih dan tidak seperti ahli kitab terdahulu, dimana mereka beragama tapi hatinya keras dan penuh kesombongan.

Lalu bagaimana dengan thoriqot?
Thoriqot itu sebenarnya merupakan madrasah, yaitu jalan untuk menuju jenjang tasawuf, dan bukan tasawuf itu sendiri. Jadi, belum tentu orang yang masuk thoriqot bisa dikatakan sufi.

Jadi, tasawuf lebih seperti sebuah prestasi?
Bahkan tasawuf itu merupakan akhir dari perjalanan spiritual. Kita tahu, bahwa menguasai ilmu pengetahuan itu harus. Karena ilmu akan menunjukkan kepada kebenaran yang bisa menjadikan kita benar-benar beriman. Dan kalau kita beriman dengan benar maka akan menghasilkan ihbatul qulub (hati yang bersih). Inilah puncak dari ilmu dan iman. Orang yang beriman itu selalu merasa hadir bersama Allah, atau minimal sadar bahwa Allah hadir bersama mereka. Nah, ini yang akan menjadikan mereka mempunyai takut dan harap hanya kepada Allah semata.

Kalau begitu, bagaimana sebenarnya peran tasawuf dalam kehidupan sosial?
Puncak tasawuf adalah ketika seorang sufi bisa berbicara dengan umat atas nama Allah dan ketika berbicara dengan Allah atas nama umat. Peran sufi ini adalah sebagai qudwah (panutan). Ketika berdoa dia tidak hanya berdoa untuk dirinya tapi juga untuk umat. Atau ketika dia berdakwah dia benar-benar mengajak umat kepada Allah, bukan untuk mencari popularitas dan semacamnya.

Makanya, sekarang ini sebenarnya kita sedang butuh orang-orang yang mempunyai hati bersih. Orang seperti inilah yang bisa jadi qudwah untuk memimpin karena mereka akan punya karisma yang datang dari Allah sebagai sebuah karomah.

Tentang perkembangan tasawuf di Indonesia ?
Dulu, Islam yang hadir di Indonesia itu Islam tasawuf yang menghadirkan pendekatan spiritual sufistik sambil sedikit dibungkus dengan mistisme.

Kalau pada level dunia?
Sangat luar biasa. Bahkan, Setiap Syeih Azhar pasti sufi. Ia pasti punya thoriqot.

Berkaitan dengan muktamar tasawuf yang diadakan di Libya sekarang, apa saja yang dihasilkan dari pertemuan ini?
Ini kan sebenarnya baru pertama kali. Ya, sebagai ajang ta’aruf dulu agar sufi Indonesia kenal dengan sufi Libya, Arfika dan negara-negara lainnya. Yang sama-sama masuk thoriqot juga biar saling mengetahui. Masak sesama yang mengamalkan Syadziliyah tidak kenal. Atau sesama Naqsyabandiyah tidak tahu? Jadi, perkenalan dulu.

Terus langkah ke depan setelah ta’aruf ini?
Kita bisa saling koordinasi, misalnya untuk mencegah atau mengimbangi extremisme dan radikalisme beragama yang sekarang lagi marak. Karena kita tahu Islam itu sama sekali tidak mengajarkan untuk jadi radikal. "Ahsanul amal husnul khuluq " (sebaik-baik amal adalah budipekerti yang baik). Jadi, “agama itu ya moral yang baik”. [Zak/Zie/Aad]
Selanjutnya....

Teruntuk Ukhti Diana (2)*

21 Okt 2010
By: Faber Castelle **

Suatu hari, kamu datang ke rumah. Itu adalah pertemuan pertama kita setelah kelulusanku. Aku dapati sesuatu yang aneh pada dirimu, Dik.

Wajahmu yang dulu penuh semangat berhias senyum ceria sekarang terlihat begitu berbeda, entah kemana semangatmu dulu. Dan tubuhmu yang dulu begitu segar bugar penuh keanggunan, ya Allah… sekarang terlihat kurus pucat seolah penuh ketidakberdayaan. Sakitkah dirimu?

Dulu, setiap kali kita berkumpul kamu akan menceritakan semua pengalamanmu padaku, bibirmu akan terus berceloteh tanpa henti, berapi-api. Aku selalu menjadi pendengar setiamu. Tapi, kini kamu hanya diam membisu tanpa berkata apa-apa.Saat kutanya sesuatu, kamupun hanya menjawab singkat untuk diikuti kesunyian yang lain.

Dik, tahukah kau betapa banyak yang ingin kutanyakan kepadamu? Tapi, aku tak ingin menambah penatmu dengan pertanyaan-pertanyaanku. Kubiarkan kita menikmati kesunyian hingga akhirnya kamu terlelap. Kuperhatikan keteduhan wajahmu saat kamu tidur, dan kugantungkan beribu pertanyaan pada waktu? Saat terbangun, kamupun hanya pamit, pergi tanpa sedikitpun kutahu “ada apa?”

****
Aku kembali ke duniaku; kuliah, lab, amanah dakwah. Dan aku kembali melupakanmu, hingga di kemudian hari seorang temanmu mengabariku melalui telpon bahwa kamu sudah sepekan sakit. Akupun terdiam di ujung telepon.

Kurencanakan untuk segera menjengukmu. Aku pergi ke rumahmu bersama beberapa akhwat lain. Hatiku miris. aku baru kali ini ke rumahmu, Dik. Ya Rabb, aku baru menyadari betapa aku tidak pernah memperhatikan saudariku yang telah memberi perhatian luar biasa padaku selama ini. Hatiku sangat perih melihat keadaanmu. Tubuhmu begitu kurus seolah aku tak pernah mengali dirimu. Tubuhku bergetar, dadaku sesak menahan tangis. air mataku tak kuasa kubendung.

Aku mendekatimu. Disana dirimu berusaha tersenyum meski yang kulihat adalah ringisan menahan sakit. Kutahan perasaanku. Aku memelukmu, mencium keningmu, yang diikuti akhwat lain. Kuberusaha menghiburmu meski sebenarnya di lubuk hati aku menangis meratapi acuhku selama ini.

Aku mencoba bertanya pada ibumu kenapa kamu tidak dibawa ke rumah sakit, namun hanya kutemukan jawaban yang menghempaskan perasaanku hingga hancur berkeping-keping. Kamu menderita kanker kelenjar getah bening, katanya. Dan karena ekonomi yang sulit, kamupun hanya dibawa ke puskesmas setelah pernah dikeluarkan dari RS hanya karena tak mempunyai uang untuk biaya berobat.

Ya Tuhan, apa gunaku selama ini? inikah ukhuwah yang aku dengungkan selama ini? inikah ikatan persaudaraan yang selalu kuikrarkan di setiap majlis yang aku bawakan? inikah kasih sayang yang kuserukan? Tidak, aku harus melakukan sesuatu untukmu, Dik !! Tunggulah, aku akan mencarikan biaya untukmu.

Dalam kondisimu yang semakin memburuk aku semakin takut. Aku benar-benar takut kehilanganmu. Kamu semakin sering tidak sadarkan diri. Ya Allah, kurasakan aroma sakaratul maut semakin dekat di ruangan ini. Kuraih tangan ringkihmu. Inilah tangan yang dulu sering memelukku dari belakang, menutup mataku dan menyuruhku menebak siapa dia, dan tentu saja aku tahu, tak ada tangan yang segemuk punyamu, Dik.

“Pasti si roti pawaw” kutebak dengan julukanmu itu dan kamu tertawa.

Tapi, kini tangan itu tak mampu bergerak lagi. Kuusap air mata yang merembes di pipimu, kamu menangis. Apakah kamu merindukanku? merindukan kami saudarimu yang telah melupakanmu? sudikah kau memaafkan kami, Dik?

Aku mendekatkan bibirku ke telingamu meski aku tak tahu apakah saat itu dirimu sadar atau tidak. Kubisikkan kalimatullah, mencoba menuntunmu menyebut nama-Nya “Laa Ilaaha illallaah… laa Ilaaha illallah…” bibirmu bergerak dan aku mendengarmu bersusah kata, “Allah… Allah..."

Ya Tuhan, apakah ini sakaratul maut? sesakit inikah? Ya Rabbal izzati… hatiku bergetar takut.

“Allahummaghfirlaha, Allahummarhamha… Ampunilah dia, Rahmatilah dia…”
Kamu kembali tak sadarkan diri hingga setelah sore hari aku harus kembali pamit pulang pada ibumu.

****
Aku baru saja selesai shalat subuh. Rencananya, hari itu aku akan mengambil surat keterangan tidak mampu untukmu, agar kamu bisa dirawat di rumah sakit. Aku begitu bersemangat.

Sesaat kemudian, kuterima dari telepon dari ukhti Uni. Aku pikir mungkin dia mengajak menjengukmu lagi, tapi aku ternyata salah. Berita yang aku terima sungguh sangat membuatku terguncang menghantam luapan semangatku yang terbangun pagi ini dalam sekejap .
“Ukhti, adik kita, Diana… dia meninggal tengah malam tadi,” katanya terputus-putus sesenggukan.

“Innalillahi wa innailaihi roji'un”

Sekejap mulutku terkunci, tak mampu berkata-kata, serasa ada benjolan besar di tenggorokanku yang siap meledak. Tak kuhiraukan Uni yang terus memanggilku dan menyuruhku bersabar. Aku terduduk menangis, menumpahkan segala kesedihanku, penyesalanku, keacuhanku, ketidakpedulianku, keegoisanku.

****
Baru saja jenazahmu dibawa dari rumahmu. Ibumu sejak tadi tak sadarkan diri. Kakakmu yang kamu bilang membencimu ternyata sangat menyayangimu. Dia yang merawatmu selama kamu sakit. Begitu banyak orang yang datang melayatmu, menghantar jenazahmu, mensholatimu. Wajahmu terus berkelabat dalam benakku, senyummu, tawamu, manjamu, semangatmu. Dan aku terus menahan tangis. Aku hanya bisa menahan tangisku menatap iringan membawamu ke tempat pembaringan terakhirmu.

Dik, kakak tak mampu menemanimu lagi seperti dulu. Tak akan ada lagi telepon-teleponmu yang bisa kurindukan. Tak ada lagi coklat atau cerita-cerita tentang hidupmu.
Dik, maafkan kakak, Semoga kau tenang disana. Yaa Rabbana… []


* Untuk adikku, Diana semoga dalam perlindungan-Nya.
** Mahasiswa Tingkat II, Islamic Call College, Tripoli-Libya.

Selanjutnya....

Problematika Toleransi Beragama di Indonesia

20 Okt 2010
Oleh: Ellen Febry Valentine*

Pendahuluan
Adalah sebuah realitas tak terbantahkan bahwa tidak ada satu negara pun di dunia yang hanya terdiri dari satu suku. Keanekaragaman (pluralitas) etnis dalam sebuah negara menjadi titik tolak keragaman yang lain, meliputi budaya, bahasa, dan agama.

Secara garis besar keragaman ini bisa dilihat dari dua perspektif, vertikal dan horizontal. Keanekaragaman vertikal yang meliputi tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial. Sedangkan perspektif horizontal meliputi keanekaragaman suku, bahasa, budaya dan agama.

Di Indonesia sendiri fakta pluralitas ini terejawantahkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, sebuah ikhtiar yang lahir dari berbagai perbedaan yang mustahil bisa disamakan namun tetap berharap untuk tidak sekedar bisa bersama. Lebih dari itu para founding father bangsa kita ingin agar perbedaan itu bersatu dan bersinergi menjadi kekayaan bangsa.

Disisi lain pluralitas dan heterogenitas itu seringkali menimbulkan gesekan antar kelompok yang berujung pada tindak kekerasan. Dan sangat disayangkan, agamalah yang sering dijadikan kambing hitam.

Namun benarkah truth claim (klaim kebenaran) sebuah agama yang menjadi pemicu konflik antar umat beragama? Atau ada faktor lain yang bermain dibalik setiap konflik yang mengatasnamakan agama?

Konflik Antar Agama, Mengapa dan Bagaimana?
Ada 6 agama resmi yang diakui di Indonesia. Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Pluralitas ini bisa menjadi nilai positif jika masing-masing pemeluknya bisa bersinergi membangun Indonesia dengan melepaskan sekat-sekat teologis yang mustahil bisa disamakan. Namun kenyataannya berbagai gesekan sosial yang menggunakan simbol agama lebih sering muncul bahkan berujung pada tindak anarkis.

Agama sendiri mengajarkan pemeluknya untuk saling mengasihi. Ajaran humanisme itu bisa ditemukan di semua kitab suci agama. Tidak ada satu agama pun yang menganjurkan pemeluknya untuk menyakiti pemeluk agama lain. Jadi bisa dipastikan konflik antar agama yang terjadi adalah kamuflase atau pembenar atas konflik sosial yang melatar belakangi.
Sedikitnya ada dua faktor yang melatarbelakangi konflik agama, yaitu:

Faktor Eksternal Agama
Iklim demokrasi terbuka yang dimulai sejak digulingkannya rezim orde baru ikut bertanggungjawab memicu timbulnya konflik. Kebebasan berpendapat yang tidak diimbangi kemampuan akomodatif untuk saling menghormati perbedaan sering berujung pada sikap saling menyalahkan.

Selain itu kesenjangan sosial akibat krisis moneter sejak tahun 1997 membuat masyarakat sangat sensitif menghadapi perbedaan. Sedikit saja ada gesekan, maka mudah sekali timbul kerusuhan massal dan tindak kekerasan kolektif (anarkisme), yang mengakibatkan rakyat tidak berdosa harus menderita karenanya. Kasus kerusuhan Tasikmalaya, Situ-bondo (1997); Medan, Jakarta, Solo, Ketapang dan Kupang (1998); Bali (1999), Ambon, Maluku Utara (1999/ 2000; 2003/ 2004), Mataram (2000), Kalimantan (2004), Jakarta (2005), dan Poso (2003-2006) merupakan contoh aktual yang masih segar dalam ingatan kita. Dan, sekaligus mengindikasikan betapa kekerasan sosial akhir-akhir ini begitu fenomenal melanda masyarakat kita.

Hal lain yang melatar belakangi timbulnya konflik yang mengatasnamakan agama adalah tidak dipatuhinya hukum negara. Padahal negara telah mengatur kebebasan beragama (pasal 29 ayat 2 UUD 1945). Kebebasan yang dimaksud tentu harus disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat, khususnya hubungan mayoritas-minoritas. Karena selama ini yang menjadi korban adalah kelompok minoritas, maka harus dicari akar masalahnya. Jangan sampai dengan dalih kebebasan beragama atau melindungi kelompok minoritas, justru memfitnah mayoritas yang sebenarnya tidak bersalah.

Kasus terakhir hingga tulisan ini diturunkan adalah penusukan anggota jemaat HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) Pondok Timur Indah Bekasi. Meskipun pihak HKBP tidak menuduh umat agama lain yang melakukan penusukan, namun opini yang berkembang kasus ini adalah konflik agama karena dilakukan pada hari raya agama oleh oknum agama tertentu yang korbannya adalah umat agama lain.

Asal muasal kasus ini adalah tidak dipatuhinya peraturan pemerintah tentang pendirian rumah ibadah. Penulis tidak akan panjang lebar mengurai kasus ini karena diluar tema tulisan. Namun satu hal yang perlu dicatat, jika pemeluk agama menaati aturan negara sebagaimana ia menaati aturan agama, maka konflik yang mengatasnamakan agama tidak perlu terjadi.

Faktor Internal Agama
Munculnya kelompok-kelompok ekstrimis yang menganggap agama sebagai alat politis untuk mewujudkan cita-cita adalah salah satu faktor penyebab konflik dari dalam. Parahnya kelompok ini didominasi oleh kaum muda yang emosinya cenderung labil dan mudah dipengaruhi. Menegakkan agama sering dipakai sebagai alasan untuk melegalkan tindak anarkis mereka. Citra agama yang ramah akhirnya berubah menjadi agama yang marah.
Ekstrimis dalam agama tentu sangat berkaitan dengan pemahaman terhadap teks agama. Penafsiran atas sebuah teks sangat mempengaruhi pola pikir dan perbuatan seseorang. Adanya perbedaan penafsiran itulah yang akhirnya memunculkan kelompok-kelompok ekstrimis, liberal ataupun moderat dalam agama.

Selain itu, kurangnya pemahaman terhadap teks agama bisa memicu konflik. Seperti adanya perintah membunuh orang kafir. Disini tentu harus dipahami kafir seperti apa yang boleh untuk dibunuh. Apakah kafir yang dilindungi negara yang tidak berbuat salah juga harus dibunuh? Ataukah kafir yang merongrong stabilitas negara, menyebarkan fitnah terhadap agama lain yang -bahkan menurut hukum negara pun- harus dihukum?
Merebaknya kasus terorisme yang mengatasnamakan jihad, juga buah dari pemahaman terhadap teks agama yang saklek. Apakah termasuk jihad jika pendanaan aksinya hasil merampok bank? Apakah dikatakan jihad jika nyatanya justru meresahkan umat? Tampaknya jihad- perjuangan membela agama yang mulia- telah berpeyorasi menjadi perjuangan politis sekelompok ekstrimis dalam agama demi mewujudkan cita-cita mereka.

Lalu bagaimana menumbuhkan sikap toleran antar pemeluk agama di Indonesia?

Pertama, peran tokoh agama dalam mendakwahkan agama sangat mempengaruhi pola pikir dan sikap pengikutnya. Apalagi penafsiran terhadap teks agama yang berisi perintah dan larangan. Tidak bisa dipungkiri bahwa menjalankan perintah dan menjauhi larangan tersebut adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Disinilah peran tokoh agama sangat membantu dalam penyelesaian konflik. Tokoh agama diharapkan mampu menunjukkan citra positif agama yang ramah dan toleran.

Kedua, pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi tingkat kesenjangan sosial rakyatnya. Rakyat yang hidup makmur dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih cerdas menyikapi perbedaan. Sebaliknya rakyat yang hidup miskin dan bodoh akan lebih sensitif dalam menghadapi gesekan.

Selain itu menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengatur toleransi antar umat beragama dalam sebuah undang-undang. Bukan sekedar undang-undang yang mengatur kebebasan beragama dan berkeyakinan. Tapi undang-undang penyiaran agama dan pendirian rumah ibadah yang disepakati oleh keenam agama dan harus disosialisasikan kepada masyarakat. Jika alasannya masih berkutat soal kebebasan maka kasus-kasus seperti HKBP bisa dipastikan akan terulang dikemudian hari.

Ketiga, perlunya perubahan pola pikir bangsa Indonesia yang notabene masih HAM oriented. Selamanya orang yang mendahulukan hak akan merasa benar dan menuntut jika haknya tidak terpenuhi, tanpa berpikir apakah ia sudah menjalankan kewajibannya atau belum. Jika saja pola pikir ini bisa dirubah dengan mendahulukan kewajiban sebelum menuntut hak, maka manusia akan terbebas dari pola pikir egosentris dan merasa benar sendiri.

Penutup
Untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama semua elemen harus ikut andil. Pemerintah, tokoh agama dan masyarakat harus mengambil peran sesuai kapasitas dan kewenangan masing-masing. Dan yang paling penting sekaligus paling sulit adalah merubah pola pikir bangsa penganut HAM-isme yang justru akan semakin memperlebar jurang perbedaan.

Jika sentralisme hak ini bisa diminimalisir, maka egoisme manusia yang selalu berpikir tentang hak-hak pribadi dan kebebasan akan tergantikan dengan tanggungjawab memenuhi kewajiban sebagai mahluk sosial yangTuhan. Akhirnya, kasus-kasus kekerasan antarumat beragama tidak perlu terjadi lagi. []


* Mahasiswi Tingkat Akhir (IV) Dakwah dan Peradaban Islam, Islamic Call College, Tripoli-Libya.


Selanjutnya....

Uthbah bin Ghazwan: Teladan Kesederhanaan

14 Okt 2010
Oleh: Golden Ahmad

Setahu saya, sedikit sekali buku-buku sejarah yang dipakai di sekolah Tsanawiyah hingga Aliyah yang memberikan gambaran riwayat hidup Utbah Bin Ghazwan. Utbah Bin Ghazwan adalah sosok yang kurang popular di telinga kita; bukan karena beliau tidak memiliki keistimewaan dalam sejarah hidupnya, namun karena para sejarahwan sendiri yang jarang menghadirkan riwayat tentang sosok dan keteladananya ke permukaan.

Berikut merupakan sekelumit kisah tentang spirit dari seorang pahlawan yang sederhana. Semoga bias menjadi cermin kepada kita semua terutama bagi para pemimpin agar menumbuhkan gaya hidup sederhana dan meninggalkan mental hedonis dan addicted ( serba kecanduan ) terhadap materi.

Utbah Bin Ghazwan adalah salah satu sahabat Rosulullah SAW yang secara langsung berba’iat langsung dihadapan Nabi. Pemuda yang berasal dari Mekkah ini dikenal sebagai seorang ahli peperangan terutama kepiawaianya menggunakan pedang. Disamping itu, ia juga terkenal sebagai seorang yang handal dan cakap menggunakan tombak dan panah. Kecanggihanya dalam memainkan 3 senjata ini disalurkan dengan ikut berperang bersama Roulullah memerangi musuh-musuh Islam dan menghancurkan berhala-berhala.

Ketika terdengar berita wafatnya Rosulullah, Utbah masih menggelorakan semangat dirinya untuk tidak patah semangat berperang terhadap kafir Quraisy tanpa Rosulullah. Beliau bahkan berkelana ke berbagai daerah perbatasan wilayah Islam yang waktu itu dikuasai oleh Persia. Dalam satu riwayat, beliau pernah diutus oleh Umar Ibn Khottob guna membebaskan Basrah yang dikuasai persia. Umar berkata kepadanya “berjalanlah bersama anak buahmu hingga sampai batas terjauh dari negeri Arab dan batas terdekat dari negeri Persia! Pergilah dengan restu Allah dan berkah-Nya ! serukan ke jalan Allah siapa yang bersedia ! dan siapa yang menolak hendaklah ia membayar pajak ! bagi setiap penantang maka pedang bagianya. Tabahlah menghadapi musuh serta bertakwalah kepada Allah “.

Utbah seketika bergerak melangkah memenuhi titah pemimpinya berjalan menyusuri negeri hingga sampai ke sebuah daerah bernama Ubullah. Disana mereka dihadang oleh pasukan Persia yang jumlahnya berlipat dari pasukan muslim. Tapi, karena memiliki strategi yang lebih matang dan semangat juang yang tinggi, maka, akhir dari peperangan ini dimenangkan oleh pasukan Islam dibawah kepemimpinan Utbah. Setelah kemenangan itu, kendali wilayah Basrah pun berada ditangan beliau dan dimulailah pembangunan peradaban Islam disana; kantor-kantor pemerintahan, masjid, pasar, taman-taman kota, dan berbagai fasilitas umum lain.

Jauh setelah penaklukan bangsa Persia, kehidupan di Basrah sudah mulai membaik, tenteram dan damai. Melihat hal tersebut sudah barang tentu membuat Utbah bahagia. Namun, di sisi lain, secara pribadi ia merasa gelisah karena dirinya terlalu fokus pada urusan dunia ketimbang akhiratnya. Beliau menyadari betapa nikmatnya jauh dari hingar bingar urusan pemerintahan. ingin sekali ia menyibukkan semua urusan di sisa hidupnya ini untuk urusan-urusan akhirat. Keinginan besar itu sayangnya belum bisa terwujud, lantaran Amirul Mukminin waktu itu, Umar bin Khottob keberatan dan menyuruhnya tetap duduk di kursi pemerintahan.

Bukanlah seorang Utbah bila ia kalah dengan keadaan. Di sela-sela kesibukanya sebagai kepala Negara beliau sempatkan waktunya untuk mengajarkan kepada rakyatnya tentang masalah agama. Beliau juga acapkali mengisi ceramah di berbagai tempat. Dalam ceramahnya, beliau selalu menasehati kepada rakyatnya akan pentingnya sebuah kesederhanaan dan bahaya hidup bermegah-megahan. Salah satu kutipan pidatonya sebagai berikut “ demi Allah, sesungguhnya telah kalian lihat aku bersama Rosulullah. Di suatu hari aku beroleh rizki sehelai baju burdah. Lalu kubelah dua. Yang sebelah kuberikan kepada sa’ad Bin Malk dan sebelah lagi kupakai untuk diriku !”. subhanallah… apa yang disampaikan beliau adalah benar adanya dan beliau juga mempraktikkan itu dalam kehidupanya. Himbaun Utbah kepada rakyatnya untuk hidup sederhana ternyata tidak dipedulikan rakyatnya sehingga beliau berazam menunaikan haji ke mekkah guna menyempurnakan rukun Islam serta berdoá kepada Allah untuk memberikan hidayah kepada rakyatnya supaya memilih jalan hidup sederhana ketimbang bermegah-megahan.

Kepergian Utbah ke tanah suci mekkah tentu akan membuat kursi pemerintahan Basrah kosong. Maka dari itu Utbah telah menunjuk salah seorang sahabatnya untuk menggantikan posisinya sebagai kepala Negara sementara waktu. Seusai menunaikan ibadah haji Utbah melangkahkan kakinya ke Madinah menghadap kepada Khalifah Umar dan memohon kepadanya agar diperkenankan untuk mengundurkan diri sebagai kepala Negara. Lagi-lagi keinginan tersebut tidak mendapat dari sang khalifah karena Umar memang tidak mau menyi-nyiakan seorang zuhud seperti Utbah. Umar masih menginginkan Utbah memimpin Basrah.

Utbah kemudian kembali ke kota Basrah sesuai dengan seruan Umar. Sebelum naik ke kuda, beliau berdoá kepada Allah agar ia tidak dikembalikan lagi ke Basrah dan tidak pula memimpin pemerintahan untuk selama-lamanya. Tidak diduga, doá Utbah terkabul selagi Utbah dalam perjalanan menuju kota Basrah, malaikat maut mengambil ruh beliau. Dalam riwayat lain di jelaskan bahwa beliau meninggal tatkala ia sedang menunggangi unta lalu beliau jatuh dan meninggal seketika. Wallahu a’lam bis Showab. ()

Selanjutnya....

Adakan Audiensi, Rektor ICC Tekankan Orientasi Kemahasiswaan

13 Okt 2010
Rektor Islamic Call College (ICC) Tripoli, Libya DR. Muhammad Ali Zayyadi menggelar audiensi umum dengan para mahasiswanya pada Rabu kemarin (12/10).

Pertemuan yang dimulai pukul 10.00 dan berlangsung sekitar tiga jam ini dalam rangka memberikan orientasi mahasiswa tahun akademik 2010/2011. Zayyadi menekankan perlunya memperbaiki orientasi mahasiswa yang mulai kendor baik secara akademis maupun dalam kehidupan keseharian yang tidak sesuai misi dan visi kampus.

“tujuan kalian berada disini adalah untuk belajar. Dan sebagai mahasiswa Kulliyah Dakwah seharusnya mahasiswa bisa bersikap sebagai da'i yang mencerminkan visi dan misi dari kampus,” jelasnya.

Dalam kesempatan ini Zayyadi juga menjelaskan beberapa peraturan penting yang selayaknya ditaati jika tidak ingin terkena sanksi, diantaranya seperrti soal absensi yang tidak boleh lebih dari 25%, standar nilai minimum akademik yang tidak membolehkan mahasiswa mengulang (HER) lebih dari dua mata kuliah, penghormatan kepada dosen serta staff dan karyawan serta beberapa aturan lain terkait asrama mahasiswa. Pelanggaran terhadap aturan-aturan ini paling berat akan berdampak pada pemberhentian dan pemulangan mahasiswa yang bersangkutan ke Negara asal.

Meski demikian, sebelum acara ditutup, mahasiswa pada akhir sesi juga diberikan hak bersuara untuk menyatakan pendapat ataupun ide-ide mereka. Sebagian mencoba mengeluhkan adanya kelambatan birokrasi, terlalu ketatnya aturan, serta beberapa fasilitas yang kurang memadai yang perlu diperhatikan. (ad)
Selanjutnya....

Pelepasan Temus Haji 2010

9 Okt 2010
KKMI melepas temus (tenaga musiman) haji dari kalangan mahasiswa Libya pada Kamis kemarin (7/10). para temus yang berangkat dari Bandara Internasional Tripoli ini akan membantu pelayanan jamaah yang sedang melaksanakan haji sekitar dua bulan ke depan selama ibadah ini berlangsung.

Pada tahun ini mahasiswa Indonesia di Libya mendapatkan kuota temus bagi sepuluh orang. mereka telah pilih dari mahasiswa yang menempuh program S1 tingkat akhir dan S2 sejak beberapa bulan yang lalu. Enam orang di antaranya telah berangkat dan empat lainnya saat ini masih menunggu pemrosesan.

Nantinya, sebagian dari mereka direncanakan akan kembali lagi ke Libya sekitar dua bulan ke depan dan sebagian lagi akan langsung pulang ke Indonesia karena sudah lulus kuliah pada tahun ini. (ad)

Pelepasan Temus Haji 2010 oleh KKMI di
Bandara Internasional Tripoli pada Kamis, 7 Oktober 2010.

Selanjutnya....