Oleh : Faisal Hakim
Dulu kita mungkin sering mengunjungi daerah ini. Lebih khususnya setelah mukafaah telah diterima mahasiswa kampus dakwah. Tujuannya cukup jelas, menelpon keluarga sebagai obat penawar kangen di negeri orang. Atau mengunjungi warnet tertentu dengan maksud browsing atau menyambung silaturahmi ( katanya ) lewat dunia maya.
Meskipun demikian, sebagian kita mungkin masih ada yang belum tahu sejarah penamaan jalan tersebut dengan jalan Syari’ Asyaroh. Hal ini pernah terbersit dalam benak penulis pada saat pertama kali ke sana. Karena hingga sekarang setahu saya penamaan jalan dengan angka cuma terletak di syari’ ‘asyaroh dan satu september di kota. Lainnya berupa nama tokoh, tempat atau yang lainnya. Hingga suatu ketika penulis menanyakan hal itu langsung pada salah satu penduduk Tripoli.
Ceritanya, penulis sejenak keluar ke toko-toko elektronik disekitar jalan raya di penghujung jalan syari’ ‘asyaroh. Tepatnya selepas lebaran idul fitri kemarin. Penulis ke sana karena urusan pribadi. Saat mau kembali ke kampus penulis pun menanyakannya sambil obrol ringan dengan penduduk sekitar.
Muhammad,-panggilan teman saya- dengan senang hati dan sambil tertawa memceritakan keadaan keluarganya, jalan hidupnya, profesinya hingga tiba penulis mengalihkan pembicaraan mengenai syari’ ‘asyaroh.
Konon katanya, kota Tripoli dulu punya akses jalan yang lumayan banyak. Namun sedikit jalan rayanya. Nah, Salah satu jalan raya tersebut waktu itu terletak di jalan syari’ ‘asyaroh ini. Dan panjang jalan tersebut hanya mencapai sepuluh meter saja. Penduduk Tripolipun pada umumnya kenal kalau jalan raya dengan panjang sepuluh meter hanya terdapat di daerah itu.
Hari demi hari. Bulan berganti bulan. Tahun berganti tahun. Kota Tripoli terus berkembang. Akhirnya nama daerah ini memunculkan nama baru dengan adanya syari’ ‘asyraroh. Masyarakat sekitar dan Tripoli lambat laun mulai terbiasa memakai nama tersebut. Setiap orang yang mau ke daerah tersebut makin sering menyebutnya dengan jalan syari’ ‘asyaroh.
Hingga saat ini meskipun jalan yang dulunya hanya sepuluh meter telah hilang dan sebaliknya justru makin lebar dan panjang nama sayri’ ‘asyaroh tetap dipakai. Bahkan resmi dipakai untuk jalan yang sudah mulai padat itu karena aktivitas pasar di sekitarnya yang mulai ramai.
Dari sisi sosiologis antropologis mungkin fenomena seperti ini biasa dalam kerangka bermasyarakat. Seperti halnya penamaan daerah Zaweyah yang dulunya terbagi dua, Timur dan Barat, sekarang hanya menjadi satu di bagian barat kota Tripoli. ()
Tidak ada komentar:
Posting Komentar