Oleh: H. Anas Mas’udi, Lc
Sejarah suatu tradisi dalam masyarakat, merupakan dialog berkelanjutan antara realitas transenden dan peristiwa terkini di ranah kehidupan dunia. Orang yang beriman akan menyelidiki masa lalu yang disucikan, mencari pelajaran yang dapat berbicara secara langsung dengan kondisi kehidupan. Sebagian besar agama memiliki figure utama atau idola atau uswatun hasanah (dalam bahasa Arab), sebagaimana setiap orang memiliki idola yang dikagumi dan didambakan serta dijadikan teladan dalam bertindak, berekspresi dan berpakaian,
Dalam diri Buddha, kaum Budhis melihat realitas tertinggi Nirwana yang ingin diraih oleh masing-masing mereka. Dalam diri Yesus kaum Kristiani mendedah kehadiran Ilahi sebagai kekuatan kebaikan dan kasih sayang di dunia. Sosok-sosok paradigmatic tersebut mampu menerangi kondisi yang sering kali suram dalam dunia yang penuh cacat ini. (Karen Armstrong: Muhammad Prophet for Our Time).
Sementara kita (muslimin), banyak kita temui dalam masyarakat muslimin dengan beraneka ragam sosok yang dijadikan idola atau figure, entah itu karena belum tahu, atau sudah tahu tapi pura-pura tidak tahu, atau sengaja tidak mau tahu atau memang sebenarnya sudah tahu, tapi lupa akan siapa idola kita (muslimin) sebenarnya?
Tidak dinafikan, dalam diri setiap individu, baik kanak-kanak, remaja, dewasa maupun orang tua, masing-masing mereka mempunyai seseorang yang menjadi idola atau mungkin juga boleh disebut sebagai sang hero.
Sosok figur atau idola itu sendiri –pada dasarnya- akan berubah mengikuti perubahan masa dan usian/ya. Ketika masih kecil, mungkin bapak dan ibu yang menjadi idola, karena memang belum mengenal “dunia luar”. Begitu tumbuh besar, mulai masuk dunia sekolah, lambat laun akan ia temukan idola baru bagi dirinya. Begitu beranjak remaja ia pun mungkin akan merubah idolanya, bisa jadi sang kekas lah idolanya. Demikian, mungkin disebabkan, adanya beberapa kelebihan yang pernah dimiliki sosok yang diidolakannya tadi menurun atau bahkan sirna ditelan masa, yang membuat ratingnya menurun di “dunia” nya.
Kebanyakan remaja sekarang memang suka mengidolakan sosok dari sisi popularitas dan ketenaran serta kekayaan dan kehebatannya. Begitu yang dimiliki sirna, pupuslah gelarnya sebagai “idola”. Lantas adakah sang idola yang sejati, sosok yang bisa diidolakan dari awal sampai ahir hayat seseorang, yang bisa diidolakan dalam setiap ruang gerak kehidupan insan?
****
Arti Idola dan Uswatun Hasanah
Dalam kamus Indonesia-Arab, Arab-Indonesia “Al Bisri”, kata uswatun berarti teladan atau panutan. Sedangkan hasanah, berarti baik. Berarti, uswatun hasanah adalah panutan atau teladan yang baik.
Sementara idola, dalam kamus besar bahasa Indonesia, berarti orang yg dijadikan pujaan. So, uswatun hasanah dan idola mempunyai persamaan makna, yaitu sosok yang bisa dijadikan teladan atau panutan atau pujaan bagi orang lain. Seorang yang mampu menjelmakan ideal-ideal kepercayaan dan keyakinan pada orang lain terhadap dirinya, dan sangat berpengaruh pada kehidupan orang lain, baik secara kelompok maupun individu, ialah yang pantas disebut sebagai seorang figure atau idola.
Sosok Idola Sejati
Untuk mengetahui, siapa sebenarnya yang bisa dijadikan sebagai Sang Idola Sejati, dapat dikembalikan pada daya pengaruhnya terhadap masyarakat yang mengidolakannya dan masa atau waktu yang melukiskannya sebagai idola masyarakat, seberapa besar pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat dunia? Seberapa lama pengaruh dan sebutan namanya terdengar di masyarakat dunia?
Sebenarnya, cukup bagi kita )muslimin( pernyataan Alqur’an atas ke-idola-an seorang sosok yang datang membawa lentera, menerangi alam semesta dengan keadilan dan kebenaran, menghapus gelapnya kebodohan akal dan hati yang menyesatkan. Dialah sosok yang semestinya dijadikan idola bagi seluruh penghuni alam semesta ini, kususnya bagi umat Islam. Dialah Muhammad Ibn Abdillah ibn Abd. Muthalib, yang telah dinyatakan oleh Tuhan semesta alam sebagai Sang Idola Sejata bagi seluruh umat manusia “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan (idola) yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Ahzab: 21)
Mungkin suatu hal yang biasa, jika Muhammad Rasulullah saw dinyatakan oleh kaum muslimin sebagai sang idola, karena memang dia yang membawa ajaran yang dianut oleh mereka. Namun, jika pernyataan tersebut datang dari orang non muslim, itu baru suatu pengakuan yang luar biasa.
*****
Sang Idola di Mata Non Muslim
Dalam buku “Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah”, Michael H. Hart (penulis dan guru besar astronomi dan fisika untuk perguruan tinggi di Maryland, Amerika Serikat), menempatkan Nabi Muhammad saw. di urutan pertama daftar tokoh paling berpengaruh. bagaimana ia bisa menempatkan Beliau saw. seperti itu?
Sementara, disana banyak sekali tokoh-tokod dunia yang sangat besar pula pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup manusia, seperti Isaac Newton, Nabi Isa, Siddhartha Gautama/Buddha, Martin Luther, Karl Heinrich Marx, Adam Smith, Adolf Hitler, Aristoteles dan lainnya.
Semua deretan nama-nama terkenal tersebut di atas, oleh Michael H. Hart diletakkan pada urutan sesuai dengan besar-kecilnya pengaruh masing-masing terhadap kelangsungan hidup manusia di dunia ini, dan ternyata yang paling unggul adalah Nabi Muhammad saw. Kenapa?
Michael H. Hart sangat kagum terhadap kepribadiannya. Ia yang berasal dari keluarga sederhana, mampu menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama-agama terbesar dunia, Agama Islam. Di mana pada masa itu ia (Nabi Muhammad saw) muncul sebagai seorang pemimpin yang berani, tulen, disiplin, rendah diri, tegas, dan efektif. Ada sekitar empat belas abad yang silam wafatnya, tapi pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.
Sebagian besar tokoh-tokoh yang dimuat dalam buku tersebut adalah orang-orang yang lahir dan dibesarkan di pusat-pusat peradaban manusia, berkebudayaan tinggi dan tempat berlakunya politik bangsa-bangsa. Namun, Muhammad ibn Abdillah lahir pada tahun 570/571 M, di kota Mekkah, di bagian selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan.
Ia (Nabi Muhammad) menjadi yatim-piatu pada umur enam tahun, dibesarkan dalam situasi yang sederhana. Selain itu, dalam beberapa literature Islam, Nabi Muhamnmad adalah seorang yang buta huruf (ummy). Keadaan ekonominya baru mulai meningkat pada umur 25 tahun setelah menikah dengan seorang janda kaya raya (Khadijan Al Kubra).
Umumnya, bangsa Arab pada usia-usia mendekati 40 tahun, mereka mulai rajin menyembah berhala yang berpust di ka’bah. Tatkala berusia 40 tahun, baginda sering mimpi aneh yang menyebabkan beliau suka ‘uzlah (menyepi) di gua khira’. Setelah beberapa kali ‘uzlah di sana, beliau menemukan suatu keyakinan bahwa Tuhan Yang Maha Esa menyampaikan sesuatu (wahyu) kepadanya dan memilihnya untuk menjadi penyebar kepercayaan yang benar (Islam). Selama tiga tahun Muhammad hanya menyebarkan agama baru ini terbatas kepada kawan-kawan terdekat dan keluarganya.
Pada sekitar tahun 613M baginda (berusia + 43 tahun) ia mulai berani tampil di depan umum menyebarkan ajaran baru yang dibawanya (Islam) Meskipun banyak bahaya yang mengancam, dakwah demi dakwah dapat dijalaninya dengan penuh keyakinan dan ketenangan. Pada ahirnya, karena tekanan-tekanan dari orang yang tidak menerima munculnya ajaran baru tadi semakin parah, menyebabkan beliau bersama pengikutnya berhijrah ke tempat yang dianggap lebih aman, yakni Madinah Almunawwarah.
Peristiwa hijrah tersebut merupakan titik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah dengan susah payah hanya memperoleh pengikut yang sedikit. Saat hijrah ke Madinah pengikutnya semakin bertambah, sehingga dalam tempo yang cepat dia dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kendali kekuasaan yang disegani, baik oleh pengikut ajaarannya sendiri maupun kalangan non muslim.
Pada tahun-tahun berikutnya, dengan semangat juang dan keyakinan akan pertolongan Allah, baginda Nabi bersama para Sahabatnya mampu melebarkan sayap kekuasaannya, sampai ke kerajaan Persia, Mesopotamia, Siria, dan Palestina. Hingga ahirnya beliau wafat pada sekitar tahun 633/634M setelah beberapa hari menerima wahyu terahir “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[ karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Maidah: 3).
Setelah wafat, perjuangan beliau pun terus dilanjutkan oleh para generasinya yang sangat gigih dan berani. Dimulai dari khalifah pertama Abu Bakar Ash Shidiq, kemudian Umar ibn Alkhaththab, Utsman ibn ‘Affan dan Ali ibn Abi Thalib, sampai Umar ibn Abd. Aziz dan sampai sekarang pun perjuangan itu masih tetap menyala dan berkobar.
Dari kisah sejarah kehidupan dan perjuangannya tersebut, serta pengaruhnya yang tetap eksis dengan kuat sampai sekarang, Michael H. Hart memosisikannya sebagai manusia yang nomer satu paling hebat dan besar pengaruhnya di muka bumi ini.
Jika diukur dari jumlah, banyaknya pemeluk, Agama Nasrani dua kali lipat besarnya dari pemeluk Agama Islam. Dari sini timbul pertanyaan, apa alasan Michael H. Hart menempatkan Nabi Muhammad lebih tinggi dari Nabi Isa dalam urutan di bukunya tersebut?.
Ada dua alasan pokok yang menjadi pegangan Michael H. Hart: Pertama, Nabi Muhammad memainkan peranan jauh lebih penting dalam pengembangan Islam dibanding peran Nabi Isa terhadap Agama Nasrani, karena St. Paul lah sebagai penyebar utama teologi Kristiani dan juga sebagai penulis sebagian besar Perjanjian Lama.
Kedua, Muhammad bukan saja bertanggung jawab terhadap teologi Islam, tapi sekaligus \bertanggungjawab terhadap pokok-pokok etika dan moralnya. Ditambah pula dia sebagai penyampai Kitab Suci Al-Quran dari Allah. Di mana sebagian besar dari wahyu ini disalin dengan penuh kesungguhan pada masa Nabi Muhammad masih hidup dan kemudian dihimpun oleh sahabat-sahabatnya dalam bentuk yang lebih kukuh setelah dia wafat.
Dengan demikian Al-Quran berkait erat dengan pandangan-pandangan Muhammad dan ajaran-ajarannya, kerana dia senantiasa bersandar pada wahyu Tuhan. Sebaliknya, tidak ada satu pun dari kumpulan kitab suci yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Isa yang masih dapat dijumpai pada masa sekarang.
Jika diukur pada sudut agama semata, tampak pengaruh Muhammad setara dengan Isa dalam sejarah kemanusiaan. Namun, jika diukur lebih jauh dari itu, Muhammad memiliki nilai plus dibanding dengan Isa. Muhammad bukan semata-mata pemimpin agama, tetapi juga pemimpin urusan duniawi.
Fakta membuktikan bahwa beliau sebagai pendorong yang kuat terhadap gerakan penaklukan yang dilakukan bangsa Arab. Pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi paling depan sepanjang waktu.
Satu-satunya kemiripan dalam hal penaklukan dalam sejarah manusia adalah penaklukan yang dilakukan Jengis Khan. Penaklukan ini, walaupun lebih luas jangkauannya ketimbang apa yang dilakukan bangsa Arab, tidaklah bisa membuktikan kemapanannya, dan kini daerah yang diduduki oleh bangsa Mongol hanyalah wilayah yang sama dengan sebelum masa Jengis Khan
Ini jelas beda dengan penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab yang membentang dari Irak hingga Maroko. Terbentang rantai bangsa Arab yang bersatu, bukan semata berkat anutan Agama Islam tapi juga dari bahasa Arabnya, sejarah dan kebudayaannya. Posisi sentral Al-Quran di kalangan kaum Muslimin dan tertulisnya dalam bahasa Arab, yang merupakan sebab mengapa bahasa Arab tidak terpecah-pecah ke dalam dialek-dialek yang berantarakan.
Jadi, dapatlah kita saksikan, penaklukan yang dilakukan bangsa Arab, terus memainkan peranan penting dalam sejarah ummat manusia hingga saat ini. Dari segi inilah Michael H. Hart menilai adanya kombinasi tak terbandingkan antara sisi agama dan sisi duniawi yang melekat pada pengaruh diri Muhammad. Di mana dengan alasan tersebutlah Michael H. Hart menganggap Muhammad adalah manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia.
Dari sini, bisa kita katakan bahwa Nabi Muhammad saw adalah Sang Idola Sejati bagi kita kaum muslimin. Baik untuk masa sekarang maupun masa depan yang akan datang, sosok baginda Nabi Muhammad saw sangat tepat dijadikan idola. Dikatakan idola karena memang pantas dijadikan panutan dan teladan dalam segala hal. Dikatakan sejati, karena pengaruhnya seolah melekat erat dan abadi dalam jiwa masing-masing orang yang mengidolakan. Dengan menelaah dan mempelajari perjalanan dan perjuangan hidup beliau, dari awal sampai ahir hayatnya, kita akan membuktikan sosok idola sejati dalam dirinya. Wallahu a’lamu bishshowab.
Refrensi
1. Armstrong, Karen. Muhammad, Prophet for Our Time. Terjemah oleh Yuliani Liputo. Cet. II, November 2007. PT Mizan Pustaka.
2. The 100 (buku), dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, www.ensiklopedia.com atau www.wikipedia.com
3. Nabi Muhammad saw dalam bukunya Michael H. Hart. Dalam blog Silent Knight.
4. Michael H. hart, dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, www.ensiklopedia.com atau www.wikipedia.com
0 comments:
Posting Komentar