Tulisan ini merupakan rangkuman hasil wawancara redaksi dengan Ibu Hj. Anaway Irianti Mansyur, S.Pd, yang sedang berada di Libya bersama sang suami Bpk. Anis Matta beserta rombongan dari beberapa anggota DPR lainnya, kemarin.
------------------------------------------------------------
Rabu, 14 April 2010, tim redaksi SAHARA berniat untuk mengadakan wawancara dengan beberapa anggota DPR yang saat itu berada di Libya. Tepat jam tujuh pagi redaksi meluncur ke hotel “Funduq Kabir”, namun rencana tersebut gagal dan redaksi tidak bisa bertemu dengan anggota DPR karena pada saat itu para tamu Negara tersebut ternyaata masih berada di Sirte guna menemui Presiden Libya Muammar Qadhafi. Dijadwalkan, selesai menemui Presiden, anggota DPR langsung take off menuju Maroko, sehingga tidak memungkinkan bagi redaksi untuk menemui anggota DPR.
Namun bukanlah tim redaksi SAHARA kalau pulang dengan tangan kosong, maka rencana segera dialihkan untuk wawancara bersama Ibu Hj. Anaway Irianti Mansyur, S.Pd yaitu istri dari Bpk Anis mata yang kebetulan saat itu masih berada di Hotel. Nasib mujur berada di tangan redaksi, ketika Ibu Irianti tiba di loby hotel beliau langsung mengajak redaksi untuk sarapan pagi. Disinilah redaksi menggunakan waktu sarapan pagi plus menarik beberapa poin penting yang disampaikan Bu Irianti.
Poin pertama yang disampaikan beliau adalah berkenaan dengan sistem dakwah. Beliau mengutarakan ada salah satu seni dalam berdakwah yang sangat berpengaruh terhadap seseorang yang kita dakwai yaitu dengan cara pendekatan dengan orang-orang yang kita dakwahi (bergaul), dari kalangan mana saja dan dengan siapa saja, baik dengan Islam yang ekstrim maupun yang non ekstrim, baik itu dengan orang-orang yang biasa melakukan shalat maupun tidak.
Masyarakat Ibarat ikan dalam lautan, maka apa yang akan kita lakukan dengan ikan-ikan tersebut? Jangan sampai ikan-ikan tersebut dapat meracuni kita, justru seharusnya ikan-ikan tersebut yang kita racuni tentunya dengan nilai-nilai dakwah, logikanya dalam berdakwah kitalah yang mewarnai lingkungan kita, bukan sebaliknya kita yang terwarnai oleh lingkungan kita, pergaulan sangatlah penting dalam hal ini, berusaha sedekat mungkin sehingga seolah-olah tidak ada jarak antara kita dengan seseorang yang kita dakwai. Maka seseorang yang kita dakwai tidak akan segan untuk menceritakan permasalahannya terhadap kita, nah dari situlah nilai dakwah kita akan muncul.
Lalu beliau mengutarakan bahwa dalam berdakwah, pemahaman agama merupakan kunci utama yang mendukung kita, bagaimana mau berdakwah jika agama saja kita gak paham, selain itu kita harus memperhatikan bahasa komunikasi, kita jadikan seakrab mungkin, kalau tidak bisa dengan lisan ya dengan tulisan. Namun semuanya itu memerlukan latihan yang berkesinambungan tentunya. Kalau ada suatu masalah segera mengadakan sharing maupun tabayaun, perlakukan mereka sebagai teman akrab kita.
“Para duat jangan jago kandang dalam berdakwah!” tutur beliau. Kita mecoba untuk berdakwah di luar kalangan kita, misal, kita sebagai akhwat berjilbab mencoba bergaul dengan yang tidak berjilbab, pelan-pelan kita ajak mereka untuk berjilbab, atau dalam kalangan ummahat bikin suatu pengajian jangan hanya untuk kalangan umahat saja, ini berdasarkan fenomena yang ada, sepertinya orang-orang yang menganggap dirinya sudah paham dengan islam malah menjauhi orang-orang yang gak tahu agama. Kalau memang bukan jago kandang, coba serulah orang-orang yang berada di luar kalanganmu.
Jangan kaya katak dalam tempurung, kita harus tahu medan dakwah yang sebenarnya dan makna Islam itu sendiri, memang benar kita diharuskan untuk menjaga pergaulan namun tidak berarti kita harus tertutup dan tidak menerima apa yang datang dari luar kalangan kita, artinya kita dalam berdakwah itu harus menjemput bukannya minta dijemput. Itulah sebabnya kita membutuhkan dai diatas dai, kenapa? Karena kenyataannya duat yang ada jarang yang mau membaur dan terbuka kepada masyarakat, wal hasil bukan hanya orang awam saja yang perlu mendapat ceramah maupun pencerahan, namun para daipun membutuhkannya, karena tidak semua dai itu selaras dengan lapangan perjuangannya, ada yang kurang ikhlas, lesu, mudah menyerah, nah disinilah dai diatas dai berperan untuk memberikanmotivasi kepada mereka.
Jangan dilupakan hal penting dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu sikap jujur dan selalu husnudzon, karena kedua sifat ini merupakan penunjang dakwah kita, bagaimanapun zaman telah berubah namun kejujuranlah yang diinginkan oleh manusia dari zaman-kezaman. Tidak usah diragukan lagi, kalau kita punya dua sifat tersebut maka dengan tidak sengaja kita telah menjadi contoh bagi orang lain.
Ingat! Praktik lebih harus dominan dari pada teori, terkadang seseorang menghabiskan waktu dan usianya hanya untuk mempelajari teori, namun enggan untuk terjun dan mempraktikannya, itulah yang biasa disebut dengan ilmu yang kurang bermanfaat, hanya berkutat dengan teori-teori. Padahal tujuan kita belajar teori adalah untuk memantapkan kita dalam praktiknya, dalam istilah lain supaya kita sudah ada ancang-ancang sebelum melangkah.
Kemudian masalah ketrampilan hidup, percaya maupun tidak ketrampilan hidup itu bisa dilihat dari cara seseorang dalam bergaul, semakin luas pergaulan seseoraang berarti semakin luas pula atau semakin banyak keterampilan dia dalam bersosialisasi. Buktikan kalau kamu mempunyai ketrampilan hidup yang bagus, dengan siapa saja kamu bergaul? Apakah kamu bergaul hanya dengan orang satu kampung saja atau dengan orang-orang di seluruh nusantara maupun dunia.
Lalu beliau mengutarakan juga, bahwa kebanyakan orang selalu memandang bahwa seorang muslim itu harus menutup diri tidak boleh ini tidak boleh itu, jangan begini jangan begitu, padahal hal yang mereka permasalahkan itu tidak dilarang dalam Islam, sebagai contoh saya sendiri. Hobi saya kan pegang kamera, eh… malah ada yang mengatakan, “ternyata akhwat juga ada yang gaul yah”.
Perlu kita tanamkan dalam jiwa sebuah keberanian, ibaratnya seseorang yang sedang belajar berbahasa asing, harus berani berbicara sama orang lain, berani mempraktikan bahasa yang kita pelajari, begitu juga kita dalam berdakwah, mempunyai keberanian dulu, tidak bisa dengan cara yang satu cari cara yang lain.
Kemudian jadilah diri senndiri, Jangan memakai nama suami atau bapak atau nama-nama keluarga untuk memudahkan kita dalam sebuah permasalahan, karena orang akan memandang kepada nama besar mereka bukan memandang kita. Jadi harus percaya diri dan mandiri. Bangga dengan apa yang kita punyai, termasuk bangga terhadap bangsa kita sendiri bangsa Indonesia, kita adalah bangsa besar dan unik dengan berbagai macam etnik, kenap harus membagakan bangsa lain.
Jika diantara kalian sudah ada yang menjadi orang besar orang-orang akan segan untuk mendekati kalian, dari situlah peran aktif kalian, kalian harus mendekati orang lain, tidak usah menunggu mereka menghampiri kalian namum kalianlah yang menghampiri mereka. Itulah prinsip yang harus dipegang dalam hidup.
Adapun bagi mahasiswa yang sedang melakukan studinya, belajar yang sungguh-sungguh persiapkan mentalmu. Jangan menyia-nyiakan waktumu telaah benar-benar ilmu yang kalian pelajari untuk mempersiapkan diri terjun di masyarakat. Semuanya adalah duat. Maka ambil kesempatan ini jangan sampai terbuang sia-sia. Ingat! Bahwa pendidikanlah yang paling utama, semua akan terjangkau jika kita mempunyai pendidikan, baik materi maupun karir. Jangan lupa supaya tetap rendah hati, karena itu menunjkkan akhlak kita, akhlak yang disuka oleh seluruh manusia adalah rendah hati.
Ambil jurusan terkuat dalam kampus, misalnya kalian saat ini berada di Libya maka jurusan apa yang paling mendalam yang terdapat di Libya. Dimana saja tempat kita belajar maka ambillah jurusan terkuat di tempat kita belajar, mau ngambil jurusan tekhnologi maka kita cari tempat yang tepat untuk jurusan tersebut, karena itu sabagai pondasi kita, sudah seharus yang namanya pondasi harus kuat agar bangunan yang akan kita bangun di atasnya bisa berdiri dengan kokoh.
Bergaul dengan orang-orang kedutaan dan kawan kampus, tidak semua mahasiswa dapat merasakan peraulan seperti kalian yang berada di luar negeri, ini merupakan kesempatan yang langka untuk membuat network, karena posisi kalian adalah di Libya maka belajarlah tentang kelibyaan, dan totalitaslah dalam belajar.
Begitulah kira-kira yang disampaikan oleh Ibu Irianti kepada redaksi SAHARA.
------------------------------------------------------------
Rabu, 14 April 2010, tim redaksi SAHARA berniat untuk mengadakan wawancara dengan beberapa anggota DPR yang saat itu berada di Libya. Tepat jam tujuh pagi redaksi meluncur ke hotel “Funduq Kabir”, namun rencana tersebut gagal dan redaksi tidak bisa bertemu dengan anggota DPR karena pada saat itu para tamu Negara tersebut ternyaata masih berada di Sirte guna menemui Presiden Libya Muammar Qadhafi. Dijadwalkan, selesai menemui Presiden, anggota DPR langsung take off menuju Maroko, sehingga tidak memungkinkan bagi redaksi untuk menemui anggota DPR.
Namun bukanlah tim redaksi SAHARA kalau pulang dengan tangan kosong, maka rencana segera dialihkan untuk wawancara bersama Ibu Hj. Anaway Irianti Mansyur, S.Pd yaitu istri dari Bpk Anis mata yang kebetulan saat itu masih berada di Hotel. Nasib mujur berada di tangan redaksi, ketika Ibu Irianti tiba di loby hotel beliau langsung mengajak redaksi untuk sarapan pagi. Disinilah redaksi menggunakan waktu sarapan pagi plus menarik beberapa poin penting yang disampaikan Bu Irianti.
Poin pertama yang disampaikan beliau adalah berkenaan dengan sistem dakwah. Beliau mengutarakan ada salah satu seni dalam berdakwah yang sangat berpengaruh terhadap seseorang yang kita dakwai yaitu dengan cara pendekatan dengan orang-orang yang kita dakwahi (bergaul), dari kalangan mana saja dan dengan siapa saja, baik dengan Islam yang ekstrim maupun yang non ekstrim, baik itu dengan orang-orang yang biasa melakukan shalat maupun tidak.
Masyarakat Ibarat ikan dalam lautan, maka apa yang akan kita lakukan dengan ikan-ikan tersebut? Jangan sampai ikan-ikan tersebut dapat meracuni kita, justru seharusnya ikan-ikan tersebut yang kita racuni tentunya dengan nilai-nilai dakwah, logikanya dalam berdakwah kitalah yang mewarnai lingkungan kita, bukan sebaliknya kita yang terwarnai oleh lingkungan kita, pergaulan sangatlah penting dalam hal ini, berusaha sedekat mungkin sehingga seolah-olah tidak ada jarak antara kita dengan seseorang yang kita dakwai. Maka seseorang yang kita dakwai tidak akan segan untuk menceritakan permasalahannya terhadap kita, nah dari situlah nilai dakwah kita akan muncul.
Lalu beliau mengutarakan bahwa dalam berdakwah, pemahaman agama merupakan kunci utama yang mendukung kita, bagaimana mau berdakwah jika agama saja kita gak paham, selain itu kita harus memperhatikan bahasa komunikasi, kita jadikan seakrab mungkin, kalau tidak bisa dengan lisan ya dengan tulisan. Namun semuanya itu memerlukan latihan yang berkesinambungan tentunya. Kalau ada suatu masalah segera mengadakan sharing maupun tabayaun, perlakukan mereka sebagai teman akrab kita.
“Para duat jangan jago kandang dalam berdakwah!” tutur beliau. Kita mecoba untuk berdakwah di luar kalangan kita, misal, kita sebagai akhwat berjilbab mencoba bergaul dengan yang tidak berjilbab, pelan-pelan kita ajak mereka untuk berjilbab, atau dalam kalangan ummahat bikin suatu pengajian jangan hanya untuk kalangan umahat saja, ini berdasarkan fenomena yang ada, sepertinya orang-orang yang menganggap dirinya sudah paham dengan islam malah menjauhi orang-orang yang gak tahu agama. Kalau memang bukan jago kandang, coba serulah orang-orang yang berada di luar kalanganmu.
Jangan kaya katak dalam tempurung, kita harus tahu medan dakwah yang sebenarnya dan makna Islam itu sendiri, memang benar kita diharuskan untuk menjaga pergaulan namun tidak berarti kita harus tertutup dan tidak menerima apa yang datang dari luar kalangan kita, artinya kita dalam berdakwah itu harus menjemput bukannya minta dijemput. Itulah sebabnya kita membutuhkan dai diatas dai, kenapa? Karena kenyataannya duat yang ada jarang yang mau membaur dan terbuka kepada masyarakat, wal hasil bukan hanya orang awam saja yang perlu mendapat ceramah maupun pencerahan, namun para daipun membutuhkannya, karena tidak semua dai itu selaras dengan lapangan perjuangannya, ada yang kurang ikhlas, lesu, mudah menyerah, nah disinilah dai diatas dai berperan untuk memberikanmotivasi kepada mereka.
Jangan dilupakan hal penting dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu sikap jujur dan selalu husnudzon, karena kedua sifat ini merupakan penunjang dakwah kita, bagaimanapun zaman telah berubah namun kejujuranlah yang diinginkan oleh manusia dari zaman-kezaman. Tidak usah diragukan lagi, kalau kita punya dua sifat tersebut maka dengan tidak sengaja kita telah menjadi contoh bagi orang lain.
Ingat! Praktik lebih harus dominan dari pada teori, terkadang seseorang menghabiskan waktu dan usianya hanya untuk mempelajari teori, namun enggan untuk terjun dan mempraktikannya, itulah yang biasa disebut dengan ilmu yang kurang bermanfaat, hanya berkutat dengan teori-teori. Padahal tujuan kita belajar teori adalah untuk memantapkan kita dalam praktiknya, dalam istilah lain supaya kita sudah ada ancang-ancang sebelum melangkah.
Kemudian masalah ketrampilan hidup, percaya maupun tidak ketrampilan hidup itu bisa dilihat dari cara seseorang dalam bergaul, semakin luas pergaulan seseoraang berarti semakin luas pula atau semakin banyak keterampilan dia dalam bersosialisasi. Buktikan kalau kamu mempunyai ketrampilan hidup yang bagus, dengan siapa saja kamu bergaul? Apakah kamu bergaul hanya dengan orang satu kampung saja atau dengan orang-orang di seluruh nusantara maupun dunia.
Lalu beliau mengutarakan juga, bahwa kebanyakan orang selalu memandang bahwa seorang muslim itu harus menutup diri tidak boleh ini tidak boleh itu, jangan begini jangan begitu, padahal hal yang mereka permasalahkan itu tidak dilarang dalam Islam, sebagai contoh saya sendiri. Hobi saya kan pegang kamera, eh… malah ada yang mengatakan, “ternyata akhwat juga ada yang gaul yah”.
Perlu kita tanamkan dalam jiwa sebuah keberanian, ibaratnya seseorang yang sedang belajar berbahasa asing, harus berani berbicara sama orang lain, berani mempraktikan bahasa yang kita pelajari, begitu juga kita dalam berdakwah, mempunyai keberanian dulu, tidak bisa dengan cara yang satu cari cara yang lain.
Kemudian jadilah diri senndiri, Jangan memakai nama suami atau bapak atau nama-nama keluarga untuk memudahkan kita dalam sebuah permasalahan, karena orang akan memandang kepada nama besar mereka bukan memandang kita. Jadi harus percaya diri dan mandiri. Bangga dengan apa yang kita punyai, termasuk bangga terhadap bangsa kita sendiri bangsa Indonesia, kita adalah bangsa besar dan unik dengan berbagai macam etnik, kenap harus membagakan bangsa lain.
Jika diantara kalian sudah ada yang menjadi orang besar orang-orang akan segan untuk mendekati kalian, dari situlah peran aktif kalian, kalian harus mendekati orang lain, tidak usah menunggu mereka menghampiri kalian namum kalianlah yang menghampiri mereka. Itulah prinsip yang harus dipegang dalam hidup.
Adapun bagi mahasiswa yang sedang melakukan studinya, belajar yang sungguh-sungguh persiapkan mentalmu. Jangan menyia-nyiakan waktumu telaah benar-benar ilmu yang kalian pelajari untuk mempersiapkan diri terjun di masyarakat. Semuanya adalah duat. Maka ambil kesempatan ini jangan sampai terbuang sia-sia. Ingat! Bahwa pendidikanlah yang paling utama, semua akan terjangkau jika kita mempunyai pendidikan, baik materi maupun karir. Jangan lupa supaya tetap rendah hati, karena itu menunjkkan akhlak kita, akhlak yang disuka oleh seluruh manusia adalah rendah hati.
Ambil jurusan terkuat dalam kampus, misalnya kalian saat ini berada di Libya maka jurusan apa yang paling mendalam yang terdapat di Libya. Dimana saja tempat kita belajar maka ambillah jurusan terkuat di tempat kita belajar, mau ngambil jurusan tekhnologi maka kita cari tempat yang tepat untuk jurusan tersebut, karena itu sabagai pondasi kita, sudah seharus yang namanya pondasi harus kuat agar bangunan yang akan kita bangun di atasnya bisa berdiri dengan kokoh.
Bergaul dengan orang-orang kedutaan dan kawan kampus, tidak semua mahasiswa dapat merasakan peraulan seperti kalian yang berada di luar negeri, ini merupakan kesempatan yang langka untuk membuat network, karena posisi kalian adalah di Libya maka belajarlah tentang kelibyaan, dan totalitaslah dalam belajar.
Begitulah kira-kira yang disampaikan oleh Ibu Irianti kepada redaksi SAHARA.
0 comments:
Posting Komentar