Harapan Baru Indonesia 2009-2014

22 Nov 2009

oleh: Ahmad Fihri
Teringat sebelum tahun 2004, semua kalangan sepakat bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang kuat, salah satu cara di antaranya adalah pemilihan secara langsung. Hajat besar itupun tercapai. SBY- JK menjadi pasangan Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama kali dipilih secara langsung. Namun setelah lima tahun SBY-JK berkuasa, apa yang kita lihat? bangsa ini masih tetap bergumul dengan berbagai persoalan, bahkan masalah bertambah. Bangsa ini belum dapat menyaksikan pemerintahan yang kuat. Kini alasannya bertambah; belum terciptanya harmonisasi antar Presiden dan Wakilnya, juga antara eksekutif dan legislatif. Artinya thesis “pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung” bukanlah obat mujarab untuk mewujudkan pemerintahan yang kuat.

Lantas bagaimanakah pemerintahan yang kuat itu? Apakah seperti di zaman Soekarno yang dengan tegas melawan Barat Kapitalis, namun cenderung menganut sosialis-komunis sehingga menyebabkan komunisme hidup subur di negeri ini? Jika saja Revolusi Komunis 1965 berhasil menguasai negeri ini, yang paling menderita pastilah umat Islam. Mereka akan hidup dalam jahanam komunisme seperti yang dialami oleh puluhan juta muslimin di wilayah-wilayah eks-jajahan Rusia, atau seperti jutaan umat Islam yang menderita di RRC saat ini.
Atau seperti pemerintahan diktator Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun dan mempertuhankan kapitalisme yang menyebabkan Indonesia bangkrut secara nilai dan ekonomi? Lagi-lagi, korban utamanya adalah umat Islam sebagai mayoritas di negeri ini. Saat Soeharto berkuasa, Islam dianggap bahaya laten melebihi komunisme. Segala Upaya untuk melumpuhkan semua potensi umat Islam dijalankan, termasuk bekerjasama dengan kekuatan Asing. Akibatnya, umat Islam menjadi ter-marginal-kan dalam segala hal.
Ataukah seperti pemerintahan Jerman yang mampu bangkit menjadi negara industri setelah babak belur dalam Perang Dunia II. Dalam waktu yang relatif singkat, bangsa itu berhasil mewujudkan kesejahteraan ekonominya, namun gagal dalam menciptakan masyarakat yang berpegang teguh pada nilai nilai insaniyah yang diperintahkan Tuhan penciptanya.
katakan dalam al-Qur’an, “ baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur.” Sebuah negeri yang baik dalam segala sisi kehidupan dan Allah pun meridhainya?
Kini konsep pemilihan umum secara langsung telah telah dilakukan dalam dua
periode berturut-turut. Dan pagelaran Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2009 telah banyak memakan jutaan hingga triliyunan rupiah. Euforia politik mereda dalam pesta sistem demokrasi yang diagung-agungkan oleh mayoritas manusia Indonesia. Harapan besar rakyat bertumpu di tangan para legislator terpilih. Kondisi Negara Indonesia beserta rakyat periode 2009-2014 menjadi tugas dan amanah mereka.
Adat pelantikan legislator dengan menghambur-hamburkan biaya rakyat ternyata masih dipertahankan. Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit seperti dikutip ruanghati.com dari JPNN menilai besarnya uang rakyat yang dipakai untuk menjalankan proses pelantikan anggota DPR dan DPD periode 2009-2014 yang dilakukan oleh tiga ke-setjen-an (Setjen KPU, DPR dan DPD) merupakan sebuah tindakan korupsi dalam perspektif sosiologis yang sangat menyakiti hati rakyat.
"Proses pelantikan itu ternyata mengandung unsur korupsi dalam perspektif sosiologis. Sebab, dengan acara yang sama, yakni orientasi dan pelantikan anggota DPR dan DPD, ternyata ada tiga sekretariat jenderal yang mengeluarkan dana. Masing-masing Setjen DPR, DPD dan KPU, dengan total keseluruhan anggaran Rp 46 miliar lebih," kata Arbi Sanit, saat berdiskusi bersama Hasrulla dari Universitas Hasanuddin, Makasar, Ibrahim Fahmi Badoh (Koordinator Divisi Politik Korupsi ICW) dan Arif Nur Alam (Direktur Indonesia Budget Centre) di press room DPR RI, Jakarta, Selasa (29/9/2009).
Fenomena ini apakah benar-benar adat yang baik sementara di hari yang bersamaan korban gempa di Padang menjerit berharap pula uluran tangan mereka. Pantaskah? Ataukah di awal-awal pelantikan tersebut mereka manfaatkan juga untuk mengawali korupsi. Mari kita analisis bersama.
Belum lagi para pembantu-pembantu presiden dan wakil presiden terpilih masa periode 2009-2014 mendapatkan bagian kue dan kekuasaan sebagai partai koalisi pendukung, Seperti PAN, PKB, PKS, PPP dan lain sebagainya.
‘Berbagi kekuasaan’ merupakan lagu lama yang selalu didendangkan oleh pemerintahan masa-masa sebelumnya. Ini sangat jelas ketika zaman rezim Orde Baru dulu berkuasa. Militer dan beberapa 'vested interest' yang berlatar-belakang agama, kelompok dan golongan (bahkan 'preasure group'), sengaja diberi sedikit jatah di kursi kabinet oleh Soeharto. Sementara kelompok yang 'menyempal' (istilah oposisi untuk zaman Orde Baru), jangankan memperoleh 'rezeki dan kekuasaan' barang sedikitpun, bahkan bernafas lega di negeri ini saja terasa sempit. Semua peluang mereka dipersempit dan dikucilkan oleh semua 'oknum' pejabat dan elit penguasa yang begitu setia pada sang Presiden.
Model semacam zaman Orde baru dalam hal bagi-bagi kekuasaan dan bagi-bagi rezeki seperti itu, memang untuk kesekian lama bisa melanggengkan kekuasaan sang Presiden. Sebabnya logis sekali, semua pihak berkepentingan sekali untuk mempertahankan kekuasaan sang Presiden.
Ada satu kata-kata yang merupakan ikrar dan janji pasangan Capres SBY-Boediono ketika mereka mengumumkan pencalonannya di Bandung tempo hari, yaitu keinginan dan tekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang bersih kalau mereka dipercaya rakyat Indonesia memimpin NKRI untuk masa 2009-2014 yang akan datang. 'Good Govermances' yang baik. Bahkan, dipilihnya Boediono, menurut SBY kala itu, adalah karena figur yang bersangkutan dikenal sebagai pribadi yang jujur, bersih dan lurus serta sebagai seorang muslim yang baik.
Akhirnya dengan harapan baru kepada wakil wakil rakyat, pemerintahan baru dan para menteri baru semoga pemerintahan baru masa periode 2009-2014 bisa mewujudkan pemerintahan kuat, bersih, jujur, amanah, dan profesional. Berjuang demi rakyat dan masa depan Indonesia yang lebih berwibawa dan bermartabat. Memberikan pendidikan politik dan teladan baik bagi rakyat. Dan menjadi pahlawan–pahlawan bangsa. Amien. (dari berbagai sumber)

1 comments:

aad mengatakan...

hehe.. salam semua.
nitip link yak ;)

BTW, diupdate dong blognya... huuuhft !!

Posting Komentar