Tahun Tuhan

25 Nov 2010
“Dari mana datangnya dunia?
Sophie tidak mempunyai gagasan sekilas pun. sophie tahu bahwa dunia itu hanyalah sebuah planet kecil di angkasa. namun dari mana asalnya angkasa?

Mungkin saja angkasa selalu ada, karena itu dia tidak perlu mencari tahu dari mana ia berasal. Tapi, mungkinkah sesuatu itu selalu ada? Jauh di lubuk hatinya ia memprotes gagasan tersebut. tentunya segala sesuatu yang ada itu ada permulaanya, jadi angkasa pasti telah diciptakan dari seusuatu yang lain.

Tapi jika angkasa berasal dari sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pasti juga berasal dari sesuatu yang lain pula. sophie merasa dia hanya menyeret-nyeret permasalahan.pada satu titk, sesuatu pasti berasal dari ketiadaan.namun apakah itu mungkin?

Mereka telah belajar di sekolah bahwa Tuhan menciptakan dunia. sophie berusaha untuk menghibur dirinya dengan pemikiran bahwa ini barang kali pemecahan terbaik untuk seluruh masalah itu.tapi dia lalu mulai berpikir lagi. dia dapat menerima bahwa Tuhan telah menciptakan angkasa, tapi bagaimana dengan Tuhan sendiri? Apakah dia menciptakan dirinya sendiri dari ketiadaan? Lagi-lagi ada sesuatu jauh di lubuk hatinya yang memprotes. meskipun Tuhan dapat menciptakan segala macam benda, tidak mungkin dia dapat mrenciptakan dirinya sendiri sebelum dia mempunaya “diri”.maka hanya tinggal satu kemungkinan : Tuhan selalu ada. Tapi sophie menolak kemungkinan itu ! segala sesuatu yang ada harus ada permulaanya. Oh persetan!!

****
Begitulah Jostein Garder dalam novelnya Sofie’s Verden (Dunia Sophie) menggelitik setiap pembaca tentang Tuhan. Rata-rata di setiap negara yang telah menerjemahkanya, novel ini terjual lebih dari 200.000 eksemplar dan ia sempat pula menduduki posisi pertama di daftar bestseller dunia pada 1995, mengalahkan novel The Celestine Prophecy karya James Redfield yang konon telah mengubah hidup banyak orang. Sampai sekarang novel ini telah diterjemahkan ke dalam 53 bahasa dan terjual kurang lebih 30 juta kopi di seluruh dunia.

Ini menunjukkan masih banyaknya manusia yang bertanya-tanya tentang misteri Tuhan dan alam semesta. Pertanyaan mereka hampir sama, Where’s God? Kapankah ia diciptakan? Dan bagaimana bentuk-Nya? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini ada baik nya kita menyimak dialog menarik antara Imam Abu Hanifah dengan sekelompok orang yang ragu akan eksitensi Tuhan.

Orang-orang itu bertanya kepada sang Imam: “pada tahun berapakah Tuhan anda dilahirkan?“
Sang Imam menjawab: “Tuhan itu sudah ada sebelum adanya ruang dan waktu, wujudnya tidak ber-awal”.

Kurang puas dengan jawaban sang Imam, merekapun kembali bertanya: ke arah manakah Tuhan anda menghadap?

Dengan tenang sang Imam menjawab pertanyaan tersebut dengan pertanyaan juga: “ketika kalian membawa lampu kedalam sebuah ruangan yang gelap, ke arah manakah cahaya lampu itu menghadap?”

“emm.. ya, kemana-mana” jawab mereka.
“kalau cahaya lampu saja kalian tidak mampu menentukan arahnya, bagaimana kalian bisa menentukan ke arah mana sang pemberi cahaya langit dan bumi menghadap?“ kata Imam Abu Hanifah.

Masih belum puas mereka pun bertanya lagi: baiklah, tolong anda gambarkan fisik Tuhan anda dengan konkrit. Apakah ia padat sepeti besi, atau cair seperti air, ataukah ia berupa gas seperti asap dan uap?

Dengan cerdas, lagi-lagi sang Imam menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan: “kalian pernah nggak duduk di samping orang yang sedang sekarat ? “
“iya ..pernah.” sahut mereka.
“ apakah orang yang sekarat itu masih bisa berbicara setelah maut menjemputnya? “ Tanya sang Imam.
“Tidak,”.kata mereka.
“bukankah sebelum mati ia bisa bergerak dan berbicara !! Kenapa sekarang tidak bisa? Apa yang membuat mayat itu tak bisa bicara ?? ”
”karena ruhnya telah lepas dari jasadnya,” jawab mereka yakin.
“Baiklah. Sekarang tolong kalian gambarkan bentuk ruh itu kepadaku, apakah ia padat seperti besi atau cair seperti air, ataukah ia berupa gas seperti asap dan uap? “ cerca sang Imam.
“Wah, kami tak tahu sedikitpun mengenai ruh“ jawab mereka dengan suara pelan.
“kalau ruh saja yang notabene hanya mahluk ciptaan Tuhan kalian tak mampu menjangkaunya, bagaimana mungkin kalian memintaku untuk menggambarkan keaguangan zat Tuhan !!“ sahut sang Imam mantap.

****
Bagaimanapun, manusia dengan akalnya saja tak akan mampu menjangkau hakikat wujud Tuhan.karena akal manusia hanya bisa mencerna hal-hal yang bisa dijangkau oleh panca inderanya. Prof. DR. Quraisy Shihab dalam “Wawasan Al-quran” menjelaskan bahwa ada dua faktor yang menjadikan manusia tidak dapat melihat sesuatu. Pertama, karna sesuatu yang akan dilihat terlalu kecil apalagi dalam kegelapan.sebutir pasir – lebih-lebih di malam yang kelam – tidak mungkin di temukan oleh seseorang. Kedua, karena sesuatu itu sangat terang. Bukankah kelelawar tidak dapat melihat di siang hari, karena sedemikian terangnya cahaya matahari dibanding dengan kemampuan matanya untuk melihat? Demikian pula manusia tidak sanggup menatap matahari dalam beberapa saat saja, bahkan setelah sesaat menatapnya ia akan menemukan kegelapan. Kalau demikan wajar jika mata kepalanya tak mampu melihat Tuhan pencipta matahari.

Suatu ketika Sayyidina Ali R.A. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya, Zi’lib al-Yamani, “apakah anda pernah melihat Tuhan? “
Beliau menjawab “bagaimana mungkin aku menyembah yang tak pernah aku llihat” .
“Bagaimana anda melihat-Nya?“ tanyanya kembali.
“Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandanganya yang kasat, tapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan”.

Mata hati jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada pandangan mata. Bukankah mata sering menipu kita? Kayu yang lurus terlihat bengkok di dalam sungai. Bintang yang besar terlihat kecil dari kejauhan. (M. Quraish Shihab: Wawasan Al-quran: hal. 26-27).

Walhasil, sesuatu yang terbatas tak akan pernah mampu menjangkau yang maha tak terbatas. Tapi, justru dengan keterbatasan itulah manusia bisa tahu bahwa ada sang pencipta yang maha tak terbatas, yang “menggenggam” seluruh alam dan isinya. Ia selalu ada tanpa harus di”ada”kan, karena “ada” dan “tiada” Ia juga lah yang meng-ADA-kanya.
Wallahu a’alm bis showab. []
Selanjutnya....

Membangun Indonesia Melalui Kebijakan Keuangan Publik

22 Nov 2010
Ditinjau dari sudut analisis ekonomi, kebijakan mempersaudarakan kaum muhajirin dengan kaum anshar ternyata memberikan dampak ekonomi yang sangat besar, sehingga menjadikan Madinah negeri yang makmur di kemudian hari.

Kebijakan fiskal memegang peranan penting dalam sistem ekonomi Islam bila dibandingkan kebijakan moneter. Adanya larangan tentang riba serta kewajiban tentang pengeluaran zakat menyiratkan tentang pentingnya kedudukan kebijakan fiskal dibandingkan dengan kebijakan moneter. Mengingat saat itu negara Islam yang dibangun Rasulullah tidak mewarisi harta sebagaimana layaknya dalam pendirinan suatu negara, maka kebijakan fiskal sangat memegang peranan penting dalam membangun negara Islam tersebut.

Keuangan Publik Islam
Dalam keuangan Islam, kebijakan keuangan yang ada harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu pemerintahan yang islami. Terdapat perbedaan yang mendasar dari tujuan kegiatan ekonomi dalam ekonomi konvensional dengan ekonomi Islami.

Tujuan ekonomi konvensional lebih bersifat material dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek ‘immaterial’. Segala analisis ditujukan untuk mengukur hasil kegiatan tersebut dari sudut pandang keduniaan saja.Sementara ekonomi Islam memiliki tujuan yang sangat komprehensif yang menyangkut aspek material dan spiritual baik untuk kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat.

Negara Islam pertama yang dibangun di dunia adalah negara yang dibangun Rasulullah di Madinah yang kita kenal dengan nama Negara Islam Madinah. Negara ini dibangun berlandaskan semangat keislaman yang tercermin dari Alquran dan kepemimpinan Rasulullah. Modal utama yang dipergunakan untuk membangun negara ini bukanlah uang melainkan semangat ketauhidan yang ditanamkan Rusulullah kepada masyarakat Madinah. Pada waktu itu kaum muhajirin yang mengungsi dari Mekkah dan datang ke Madinah tanpa membawa bekal yang cukup. Sementara di Madinah belum ada pemerintahan yang terorganisir dengan baik.

Beberapa kebijakan telah diambil oleh Rasulullah untuk mengukuhkan pemerintahan yang ada. Dalam bidang ekonomi, guna memacu pertumbuhan kegiatan perekonomian yang ada, maka langkah kebijakan yang diambil oleh Rasulullah adalah:

Membangun masjid sebagai Islamic center yang digunakan selain untuk beribadah juga untuk kegiatan kegiatan lain seperti tempat pertemuan parlemen, kesekretariatan, mahkamah agung, markas besar tentara, kantor urusan luar negeri, pusat pendidikan, tempat pelatihan bagi para penyebar luas agama, asrama, baitul maal, tempat para dewan dan utusan.

Guna memacu kegiatan ekonomi maka Rasulullah mempersaudarakan antara kaum mujahirin dengan kaum anshar. Kelompok anshar memberikan sebagian dari harta mereka kepada kaum muhajirin untuk dipergunakan dalam kegiatan produksi sampai kaum muhajirin dapat melangsungkan kehidupannya.

Ditinjau dari sudut analisis ekonomi Islam, kebijakan mempersaudarakan kaum muhajirin dengan kaum anshar ternyata memberikan dampak ekonomi yang sangat besar. Persaudaraan itu ternyata telah membuat Negeri Madinah sebagai suatu negeri yang makmur di kemudian hari.

Pada masa awal Pemerintahan Negara Islam itu, keuangan publik Islami dan kebijakan fiskal belum banyak berperan dalam kegiatan perekonomian. Kebijakan fiskal belum dijalankan sebagaimana dilakukan pada analisis kebijakan fiskal dewasa ini, karena memang belum ada pemasukan negara saat itu. Rasulullah SAW dan stafnya tidak mendapat gaji sebagaimana lazimnya suatu pemerintahan. Penerimaan pemerintah hanya berasal dari sumbangan masyarakat. Zakat belum diwajibkan pada awal Pemerintah Islam tersebut. Kalau Rasulullah membutuhkan dana untuk membantu fakir miskin, maka Bilal biasa meminjam dari orang Yahudi.

Sumber penerimaan lainnya pada awal tahun pemerintahan tersebut adalah harta yang diperoleh dari rampasan perang, dan ini baru diizinkan untuk menjadi salah satu sumber keuangan pemerintahan tersebut setelah turunnya surah al-Anfal (QS 8:41) pada tahun kedua Hijriah. Selanjutnya pada tahun kedua Hijriah tersebut zakat fitrah merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh setiap muslim dan ini kemudian menjadi salah satu sumber keuangan pemerintahan.

Sumber keuangan lainnya berasal dari jizyah yaitu pajak yang dibayarkan oleh kelompok nonmuslim, khususnya ahli kitab, yang memperoleh jaminan perlindungan kehidupan dalam pemerintahan Islam. Sumber-sumber lainnya adalah kharaj (pajak tanah yang dipungut dari nonmuslim), ushr (bea impor) yang dikenakan kepada setiap pedagang dan dibayarkan hanya sekali selama setahun dan hanya berlaku kalau nilai perdagangannya melebihi 200 dirham.

Dengan berjalannya waktu dan mulai terkumpulnya sumber-sumber keuangan, pemerintahan mulai dapat membiayai berbagai pengeluaran terutama digunakan untuk mempertahankan eksistensi negara. Misalnya pengeluaran untuk membiayai pertahanan, pembayaran utang negara, bantuan untuk musafir, pembayaran gaji untuk wali, guru, dan pejabat negara lainnya.

Baru setelah itu, turun ayat yang menyangkut ketentuan pengeluaran dana zakat kepada delapan golongan, sebagaimana tercantum dalam surat QS at-Taubah ayat 60. Dengan turunnya ayat ini maka tampak kebijakan fiskal dengan tegas menetapkan jenis-jenis pengeluaran yang dapat digunakan atas dana zakat yang ada. Penggunaan dana zakat di luar ketentuan yang ditetapkan oleh ayat tersebut adalah tidak sesuai dengan ketentuan Alquran. Di situ tampak jelas bagaimana ekonomi Islam sangat peduli pada kaum miskin, yang derajat kehidupannya perlu dibantu dan diangkat ke tingkat yang layak.

Ditinjau sisi keuangan publik maka pengumpulan dan pengeluaran dana zakat dapat dipandang sebagai kegiatan untuk distribusi pendapatan yang lebih merata. Islam tidak menghendaki adanya harta yang diam dalam tangan seseorang. Apabila harta tersebut telah cukup nisabnya, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Dengan demikian di sini tampak adanya usaha untuk mendorong orang memutarkan hartanya ke dalam sistem perekonomian, sehingga bisa menghasilkan growth.

Dengan semakin berkembangnya Islam yang tercermin dengan semakin luasnya daerah kekuasaan pemerintahan Islam, maka peran dari kegiatan keuangan publik semakin penting. Pengumpulan zakat melalui lembaga amil merupakan model pengumpulan dana zakat yang ada pada waktu itu. Lembaga Baitul Maal merupakan ‘departemen keuangan’ pemerintahan Islam.

Selain lembaga lembaga tersebut, dalam pemerintahan Islam juga terdapat lembaga lain yang cukup berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu lembaga yang berkaitan dengan kegiatan wakaf. Dalam sejarah Islam, tercatat bahwa lembaga wakaf ini sedemikian besar peranannya dalam sistem perekonomian.

Kebijakan Fiskal Islami
Tidak seperti kebijakan fiskal konvensional, di mana suatu pemerintahan dapat mempengaruhi kegiatan perekonomian melalui berbagai insentif dalam tarif pajak maupun besarnya ‘tax. base’ dari suatu kegiatan perekonomian, maka dalam sistem zakat, segala ketentuan tentang besarnya ‘tarif’ zakat sudah ditentukan berdasarkan petunjuk dari Rasulullah. Oleh karena itu, kebijakan zakat sangat berbeda dengan kebijakan perpajakan.

Zakat merupakan komponen utama dalam sistem keuangan publik sekaligus kebijakan fiskal yang utama dalam sistem ekonomi Islam. Zakat merupakan kegiatan yang bersifat wajib bagi seluruh umat Islam. Walaupun demikian masih ada komponen lainnya, yang bersifat sukarela, yang dapat dijadikan sebagai unsur lain dalam sumber penerimaan negara. Komponen-komponen sukarela ini terkait dikaitkan dengan tingkat ketaqwaan seseorang.

Sumber-sumber keuangan pemerintah di luar zakat dapat ditentukan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariah yang ada. Sumber sumber keuangan baru dapat dibentuk setelah melalui proses kajian fikih. Misalnya, apakah untuk menghapus kemiskinan, pemerintahaan dibolehkan memungut pajak di luar zakat? Pertanyaan ini merupakan salah satu debat di kalangan ahli fikih yang merupakan ciri khas bagaimana sebuah kebijakan fiskal dapat dijalankan dalam sistem pemerintahan yang islami.

Sedangkan jenis pajak baru dalam keuangan publik dalam sistem ekonomi konvensional dikaji berdasarkan prinsip yang berbeda. Salah satu prinsip yang digunakan dalam keuang publik sistem ekonomi konvensional adalah prinsip fairness. Dalam keuangan publik tersebut, masalah fairness dikatakan sebagai masalah ‘etika’ yang penuh dengan value judgement. Untuk itu, mereka menentukan beberapa prinsip yang harus dipertimbangkan dalam value judgement tersebut yaitu benefit principle serta ability to pay principle.

Harus diakui, sistem analisis dalam keuangan publik islami belum semaju sistem analisis pada keuangan publik konvensional. Masih perlu kerja keras guna mengembangkan pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan keuangan publik islami. Karena kita sebagai ummat islam harus selalu optimis dan senantiasa bergerak, dengan semangat bahwa harapan itu masih ada di bawah panji cita-cita Ekonomi Rabbani. Wallahu a’lam bis-Shawab. []


* Tulisan ini disadur oleh Rahmat Arafah dari Hand Out Wakil Ketua Dewan Pakar Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah Musthafa Edwin Nasution, Ph.D.
Selanjutnya....

Mahasiswa Indonesia di Libya Gelar Festival Kebudayaan

19 Nov 2010
Menyambung kegiatan Idul Adha 1431H, Kesatuan Keluarga Mahasiswa Indonesia (KKMI) Libya kali ini gelar Festival Kebudayaan Indonesia di auditorium kampus Islamic Call College (ICC) Tripoli, tadi malam (Jum’at, 20/11).

Dalam sambutannya, Ketua KKMI, Iftah Risal mengatakan selain untuk mendoakan bangsa Indonesia yang sedang ditimpa berbagai bencana alam, acara ini juga ditujukan dalam rangka turut memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada para mahasiswa ICC yang berasal dari berbagai Negara.

Meskipun ada beberapa penampilan yang batal karena tidak diperbolehkan oleh pihak kampus, namun acara tetap mengesankan dan berjalan cukup sukses dengan banyaknya penonton memenuhi ruangan sampai akhir pertunjukan.

Acara yang berjalan lebih dari 3 jam ini menampilkan berbagai kesenian diantaranya: musik, marawis, pencak silat, dan teater Merapi.
Selanjutnya....

Syare' Asyara': Masak Belum Tau Sih?

6 Nov 2010
Oleh : Faisal Hakim

Dulu kita mungkin sering mengunjungi daerah ini. Lebih khususnya setelah mukafaah telah diterima mahasiswa kampus dakwah. Tujuannya cukup jelas, menelpon keluarga sebagai obat penawar kangen di negeri orang. Atau mengunjungi warnet tertentu dengan maksud browsing atau menyambung silaturahmi ( katanya ) lewat dunia maya.

Meskipun demikian, sebagian kita mungkin masih ada yang belum tahu sejarah penamaan jalan tersebut dengan jalan Syari’ Asyaroh. Hal ini pernah terbersit dalam benak penulis pada saat pertama kali ke sana. Karena hingga sekarang setahu saya penamaan jalan dengan angka cuma terletak di syari’ ‘asyaroh dan satu september di kota. Lainnya berupa nama tokoh, tempat atau yang lainnya. Hingga suatu ketika penulis menanyakan hal itu langsung pada salah satu penduduk Tripoli.

Ceritanya, penulis sejenak keluar ke toko-toko elektronik disekitar jalan raya di penghujung jalan syari’ ‘asyaroh. Tepatnya selepas lebaran idul fitri kemarin. Penulis ke sana karena urusan pribadi. Saat mau kembali ke kampus penulis pun menanyakannya sambil obrol ringan dengan penduduk sekitar.

Muhammad,-panggilan teman saya- dengan senang hati dan sambil tertawa memceritakan keadaan keluarganya, jalan hidupnya, profesinya hingga tiba penulis mengalihkan pembicaraan mengenai syari’ ‘asyaroh.

Konon katanya, kota Tripoli dulu punya akses jalan yang lumayan banyak. Namun sedikit jalan rayanya. Nah, Salah satu jalan raya tersebut waktu itu terletak di jalan syari’ ‘asyaroh ini. Dan panjang jalan tersebut hanya mencapai sepuluh meter saja. Penduduk Tripolipun pada umumnya kenal kalau jalan raya dengan panjang sepuluh meter hanya terdapat di daerah itu.

Hari demi hari. Bulan berganti bulan. Tahun berganti tahun. Kota Tripoli terus berkembang. Akhirnya nama daerah ini memunculkan nama baru dengan adanya syari’ ‘asyraroh. Masyarakat sekitar dan Tripoli lambat laun mulai terbiasa memakai nama tersebut. Setiap orang yang mau ke daerah tersebut makin sering menyebutnya dengan jalan syari’ ‘asyaroh.

Hingga saat ini meskipun jalan yang dulunya hanya sepuluh meter telah hilang dan sebaliknya justru makin lebar dan panjang nama sayri’ ‘asyaroh tetap dipakai. Bahkan resmi dipakai untuk jalan yang sudah mulai padat itu karena aktivitas pasar di sekitarnya yang mulai ramai.

Dari sisi sosiologis antropologis mungkin fenomena seperti ini biasa dalam kerangka bermasyarakat. Seperti halnya penamaan daerah Zaweyah yang dulunya terbagi dua, Timur dan Barat, sekarang hanya menjadi satu di bagian barat kota Tripoli. ()


Selanjutnya....

Aksi Galang Dana untuk Indonesia di Tripoli

5 Nov 2010
Peduli terhadap berbagai musibah yang sedang melanda Indonesia beberapa waktu ini, Kesatuan Keluarga Mahasiswa Indonesia (KKKMI) Libya bekerjasama dengan Himpunan Masyarakat Indonesia (HMI) di Tripoli dan KBRI setempat mengadakan Charity Event for Victim of Mentawai Tsunami and Merapi Volcanoe pada Jum'at siang tadi, (5/11).

Menurut penggagas acara yang juga menjadi koordinator HMI, bapak Agus Widjiastono, penggalangan dana dalam bentuk event seperti ini akan lebih efektif dari pada melalui door to door, karena tentu donasi yang terkumpul akan bisa relatif lebih besar, tuturnya di sela-sela rapat koordinasi pra-acara.

Bertempat di KBRI Tripoli, aksi galang dana yang dimulai pukul 14.00 waktu setempat dan dibuka untuk umum ini cukup menarik pengunjung termasuk warga negara asing yang berada di Tripoli. Disamping bazar makanan khas Indonesia, pengujung bisa mengikuti program lelang barang serta menikmati berbagai penampilan seni kreatif dari para mahasiswa.

Dalam sambutannya, Dubes RI untuk Libya, Drs. Sanusi menyampaikan terima kasih serta rasa bangga atas inisiatif KKMI dan masyarakat Indonesia di Libya yang tanggap terhadap saudara-saudaranya di tanah air yang sedang terkena bencana.

Untuk sementara, acara ini telah sukses mengumpulkan sekitar 4000 Dinar Libya (Rp.31 juta) meski tidak menutup kemungkinan akan semakin besar karena masih dibuka selama beberapa waktu ke depan. Bantuan yang terkumpul akan disalurkan ke lokasi bencana melalui beberapa jaringan yang telah dibangun sebelumnya. (Ad)

Selanjutnya....

Belajar dari Sebuah Wacana

28 Okt 2010
Oleh: Faried Rachman Hakiem

Di saat negara-negara maju sudah bisa merasakan hasil dari pendidikan di negara mereka, negara kita, Indonesia, masih saja mencari sistem pendidikan yang sesuai untuk masyarakatnya yang unik. Sudah beberapa kali sistem pendidikan kita berubah karena banyak ditemukan permasalahan. Berbagai upaya dilakukan, tetapi sampai sekarang pendidikan kita dirasa masih belum nyaman.

Setiap harinya permasalahan ini tetap asyik untuk diperbincangkan. Masyarakat kurang mampu selalu bertanya-tanya tentang biaya pendidikan. Golongan menengah ke atas masih meragukan kualitas pendidikan. Para anggota dewan baik itu yang ada di tingkat pusat atau tingkat daerah masih terus mencari solusi untuk masalah pendidikan kita.

Berbagai wacana dan usulan keluar dari para anggota dewan. Belum lama ini salah satu anggota Komisi IV DPRD Jambi berwacana supaya diadakan tes keperawanan sebagai syarat untuk masuk ke sekolah negeri. Anggota dewan itu beralasan agar para siswi lebih menjaga pergaulan dan akhlaknya. Wacana ini mengemuka karena saat ini pergaulan bebas semakin tidak terkendali. Bahkan banyak dari para pelaku pergaulan bebas ini adalah peserta didik dari berbagai tingkatannya.

Wacana yang cukup menarik sekaligus nyleneh. Disaat masih banyak permasalahan pendidikan yang lebih mendesak untuk segera diselesaikan, wacana yang banyak mengandung sisi negatif itu keluar dari seorang anggota dewan. Sepertinya anggota dewan itu lupa untuk berfikir mengenai sisi-sisi negatif sebelum berwacana.

Para dokter yang ahli dalam bidang “sensitive” ini juga ikut mengomentari wacana yang menyangkut bidangnya. Menurut mereka, hilangnya keperawanan (robeknya selaput dara) seseorang tidak selalu disebabkan pernahnya seseorang berhubungan badan. Kadang olah raga yang dilakukan tanpa hati-hati dan berlebihan juga bisa mengakibatkan robeknya selaput dara. Jadi menurut mereka, keperawanan seseorang tidak bisa menjadi ukuran baik buruknya pribadi seseorang.

Wacana ini mempunyai sisi negative yang lebih banyak dari pada sisi positifnya. Psikologi anak yang akan terkena efeknya. Ketika seorang anak diketahui sudah tidak perawan lagi, maka kepercayaan dirinya juga akan hilang. Padahal salah satu tujuan pendidikan adalah menumbuhkan kepercayaan diri peserta didik. Ini jelas sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan itu sendiri.

Bukannya menyelesaikan masalah, wacana ini malah akan menambah lagi permasalah pendidikan di Indonesia. Prof. Dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, seorang seksolog Universitas Udayana mengatakan, gagasan tes keperawanan sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Selain itu, beliau juga menilai gagasan ini sangat diskriminatif. Sebab tes semacam ini tidak bisa dilakukan pada murid laki-laki. Tidak pantas rasanya kalau di negara kita ada sekolah khusus siswa yang sudah tidak perawan dan atau mungkin siswa yang sudah tidak perjaka lagi.

Wacana ini bukanlah solusi untuk mengatasi masalah pergaulan bebas para peserta didik. Bahkan beberapa orang, termasuk anggota dewan lain menilai wacana ini berpotensi menjadi bisnis para anggota dewan. Saat ini penjualan jasa “mengembalikan” keperawanan dengan memasang selaput dara bautan memang lagi marak. Jadi sangat beralasan mengapa mereka beranggapan wacana ini akan menjadi bisnis para anggota dewan.

Untuk mengatasi pergaulan bebas para peserta didik, harusnya pihak sekolah dan keluarga yang merupakan lingkungan terdekat para peserta didik memberikan pemahaman agama yang benar tentang batasan pergaulan. Dengan demikian anak mempunyai bekal untuk bergaul dengan batasan-batasan yang sudah mereka fahami.

Lingkungan di luar sekolah dan keluarga juga mempunyai peran yang besar dalam mewarnai perilaku anak, dalam hal ini perilaku pergaulan. Mereka akan menemukan perbedaan antara pemahaman yang mereka dapat di keluarga dan sekolah dengan realita yang ada di lingkuangan luar rumah dan sekolah. Lingkungan yang dimaksud adalah semua yang ada di sekitar anak, baik itu teman dekat, tetangga, media cetak dan elektronik, dan semua yang berpotensi mempengaruhi pergaulan anak.

Di sini lah peran pemerintah yang mempunyai wewenang untuk mengatur dengan membuat peraturan-peraturan yang berkaitan dengan lingkungan. Tentunya peraturan yang berkulitas dan banyak manfaatnya, bukan malah sebaliknya. Pemerintah harusnya mampu menyaring tayangan-tayangan yang mendukung pergaulan bebas. Ironisnya, mayoritas tayangan media kita malah mendukung untuk terjadinya pergaulan bebas. Belum lagi tempat-tempat umum seperti diskotik,, bahkan tempat prostitusi diizinkan beroprasi. Dari sini pemerintah kita terkesan setengah-setengah dalam menyelesaikan masalah pergaulan bebas para peserta didik bahkan lebih luas lagi masyarakat.

Dalam setiap kejadian, Allah SWT sudah menjanjikan hikmah yang terkandung di dalamnya. Dari wacana tes keperawanan sebagai syarat masuk ke sekolah negeri ini, Allah swt telah memberi tahu bahwa, pertama, permasalahan muncul karena kurangnya ilmu agama. Kedua, pentingnya pendidikan di keluarga (lembaga pendidikan terdekat dengan anak). Ketiga, lingkungan di sekitar kita masih mendukung terjadinya pergaulan bebas. Keempat, kualitas keilmuan sebagian pemimpin kita masih sedikit. Kelima, kita harus menyiapkan diri kita untuk mendidik anak kita nantinya. Keenam, hal negatif sekali pun selalu datang bersama dengan hikmah, tentu bagi orang yang selalu berhusnudhan. Ketujuh, tidak ada permasalahan tanpa solusi, dan agama Islam ada untuk memberikan solusi dalam setiap permasalahan. Kedelapan, kita harus peka terhadap permasalah-permasalahan yang sedang terjadi di negara kita. Kesembilan, kita tidak hidup sendiri, kadang perilaku tidak baik orang di sekitar kita karena mencontoh perilaku kita. Salah satu tanggung jawab sosial kita adalah memberi teladan yang baik.

Semoga kita termasuk dari sedikitnya orang yang bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian. Tetap berdoa, berhusnudhan, berikhtiar, tersenyum, dan raihlah ketenangan. []
Selanjutnya....

Hakekat Tasawuf: Wawancara dengan KH. Said Aqil Siradj

26 Okt 2010
Terkait dengan pertemuan yang diadakan oleh The Executive Bureau of the World Islamic People's Leadership (WIPL) dan International Bureau of Sufism pada 11-12 Oktober 2010 lalu di Tripoli, Libya, kami mencoba untuk menggali lebih dalam tentang salah satu agenda yang dibahas disana, yaitu tasawuf. Hadir dari Indonesia perwakilan yang sekaligus menjadi sekjen organisasi internasional tersebut, Bapak. Prof. Dr. K.H. Said Aqil Sirodj, MA. Nah, bagaimana pandangan khas beliau tentang dunia tasawuf ? Berikut petikan wawancara kami.

Sejak dulu, tasawuf telah menuai pro-kontra di dunia Islam sendiri. Bagaimana sebenarnya tasawuf dalam pandangan Bapak ?
Sejak lahirnya, tasawuf memang sudah ada yang menyikapinya dengan pro dan kontra. Yang kontra terutama dari ulama hadits akibat perkataan ulama tasawuf yang menganggap tidak cukup mengurusi amaliah lahir (esoteric) tapi juga harus bersifat batin. Tetapi, asal mula tasawuf itu sendiri berangkat dari zuhud dalam menyikapi dunia. Ambisi kemewahan, hedonisme dan hawa nafsu disikapi dengan meninggalkan itu semua karena dianggap negatif. Bahkan, dianggap menghalangi kita menggapai hakikat kebenaran.

Seseorang tidak akan mencapai sesuatu yang sebenar-benarnya apabila masih terlalu memikirkan materi dan hawa nafsu. Makanya definisi tasawuf yang dimunculkan oleh Umar Ma’ruf at Karkhi (200 H) : “al ahkdzu bil hakoiq wal ya’su mimma fi aidil kholaiq” (mencari kebenaran dan menjauhi apa yang ada di tangan makhluk). Artinya, hal-hal tadi dianggap sebagai suatu kepalsuan jika tidak diimbangi dengan sikap batin yang bersih. Jadi, walaupun ia hafal Al-quran tapi masih sombong, dengki, maka tidak akan mencapai hakekat.

Dan tentang pro-kontra ini, beberapa ulama mencoba untuk mengharmoniskannya, seperti upaya yang dilakukan oleh Imam Ghozali, Imam Bushairi, Junaid. Mereka mensinergikan antara syariat dan hakekat, lahir dan batin. Kata ghozali, “lahir saja menjadi fasiq, dan batin saja menjadi zindiq”.

Karenanya, kalau ada seseorang yang kontra asalkan ia menyikapinya sesuai dengan argumentasi ilmiah dan tanpa mencaci maki, maka akan kita terima.

Pendapat bahwa tasawuf tidak ada dalam Islam karena merupakan hal baru?
Segala sesuatu tidak harus ada pada zaman Nabi. Dalam Al-qur’an sendiri, yang ada adalah ajaran untuk mendorong kita berpikir dan berilmu. Tapi ilmu spesifik apa itu tidak ada disana. Ilmu fikih, ushul, tafsir, nahwu, tajwid dan sebagainya baru ada berpuluh tahun atau abad setelah Nabi wafat. Ilmu tajwid baru ada pada abad kedua oleh Abu Ubaid Qosim bin Salam. Mustalah hadist pada akhir abad pertama oleh Sihabudin Ar Romahurmuzi atas perintah Umar bin Abd Aziz. Berbagai ilmu tersebut merupakan suatu kreatifitas yang tidak ada pada zaman Nabi.

Jadi argumentasi mereka?
Ya nggak tahu. Biasanya mereka cuma berargumen bahwa tasawuf itu tidak dikenal dalam Islam. Tapi, kita sendiri meyakini tasawuf ada sebagai subtansi dari Islam. Rosulullah kan mengajarkan tawadlu, sopan santun, sabar, toleran, pemaaf. Nah, itu semua merupakan ajaran tasawuf.

Terkait sikap zuhud serta tasawuf yang katanya menjadi sumber kemadegan dunia Islam?
Pada hakikatnya zuhud itu suatu sikap yang menganggap bahwa dunia bukanlah segalanya. Kita boleh kaya tapi jangan terlalu dipikirkan kekayaan itu. Nah, kalau ada yang merasa hidupnya susah karena melarat dan ia tidak mau memikirkan dunia, ya itu memang namanya melarat, bukan zahid.

Dalam hadits disebutkan salah satu sahabat bertanya pada Rosulullah: “tunjukkan pada kami amal apa yang menjadikan Allah dan manusia bisa mencintai kami?” Rosulullah bilang: “izhad ma fi aidin nas”. (zuhudlah dari apa yang dimiliki manusia). Zuhud ini bisa dicontohkan ketika kita beramal maka tidak untuk kepentingan pribadi tapi untuk kepentingan umum. Kita bisa lihat Abdul Halim Mahmud, salah satu Syakul Azhar. Beliau waktu itu digaji 500 Juneih. Maka, sebagian kecil dia ambil untuk dirinya, sisanya disedekahkan.

Nah, hakekat zuhud inilah yang juga ada dalam tasawuf. Tasawuf itu adalah mencari kebenaran melalui mujahadah atau olah hati agar kita tidak terlalu cinta dan berambisi terhadap harta; tidak terlalu sombong dan semacamnya. Inti tasawuf inilah yang disebutkan dalam surat al-hadid: 16, yaitu agar kita sebagai orang mukmin mempunyai hati yang bersih dan tidak seperti ahli kitab terdahulu, dimana mereka beragama tapi hatinya keras dan penuh kesombongan.

Lalu bagaimana dengan thoriqot?
Thoriqot itu sebenarnya merupakan madrasah, yaitu jalan untuk menuju jenjang tasawuf, dan bukan tasawuf itu sendiri. Jadi, belum tentu orang yang masuk thoriqot bisa dikatakan sufi.

Jadi, tasawuf lebih seperti sebuah prestasi?
Bahkan tasawuf itu merupakan akhir dari perjalanan spiritual. Kita tahu, bahwa menguasai ilmu pengetahuan itu harus. Karena ilmu akan menunjukkan kepada kebenaran yang bisa menjadikan kita benar-benar beriman. Dan kalau kita beriman dengan benar maka akan menghasilkan ihbatul qulub (hati yang bersih). Inilah puncak dari ilmu dan iman. Orang yang beriman itu selalu merasa hadir bersama Allah, atau minimal sadar bahwa Allah hadir bersama mereka. Nah, ini yang akan menjadikan mereka mempunyai takut dan harap hanya kepada Allah semata.

Kalau begitu, bagaimana sebenarnya peran tasawuf dalam kehidupan sosial?
Puncak tasawuf adalah ketika seorang sufi bisa berbicara dengan umat atas nama Allah dan ketika berbicara dengan Allah atas nama umat. Peran sufi ini adalah sebagai qudwah (panutan). Ketika berdoa dia tidak hanya berdoa untuk dirinya tapi juga untuk umat. Atau ketika dia berdakwah dia benar-benar mengajak umat kepada Allah, bukan untuk mencari popularitas dan semacamnya.

Makanya, sekarang ini sebenarnya kita sedang butuh orang-orang yang mempunyai hati bersih. Orang seperti inilah yang bisa jadi qudwah untuk memimpin karena mereka akan punya karisma yang datang dari Allah sebagai sebuah karomah.

Tentang perkembangan tasawuf di Indonesia ?
Dulu, Islam yang hadir di Indonesia itu Islam tasawuf yang menghadirkan pendekatan spiritual sufistik sambil sedikit dibungkus dengan mistisme.

Kalau pada level dunia?
Sangat luar biasa. Bahkan, Setiap Syeih Azhar pasti sufi. Ia pasti punya thoriqot.

Berkaitan dengan muktamar tasawuf yang diadakan di Libya sekarang, apa saja yang dihasilkan dari pertemuan ini?
Ini kan sebenarnya baru pertama kali. Ya, sebagai ajang ta’aruf dulu agar sufi Indonesia kenal dengan sufi Libya, Arfika dan negara-negara lainnya. Yang sama-sama masuk thoriqot juga biar saling mengetahui. Masak sesama yang mengamalkan Syadziliyah tidak kenal. Atau sesama Naqsyabandiyah tidak tahu? Jadi, perkenalan dulu.

Terus langkah ke depan setelah ta’aruf ini?
Kita bisa saling koordinasi, misalnya untuk mencegah atau mengimbangi extremisme dan radikalisme beragama yang sekarang lagi marak. Karena kita tahu Islam itu sama sekali tidak mengajarkan untuk jadi radikal. "Ahsanul amal husnul khuluq " (sebaik-baik amal adalah budipekerti yang baik). Jadi, “agama itu ya moral yang baik”. [Zak/Zie/Aad]
Selanjutnya....

Teruntuk Ukhti Diana (2)*

21 Okt 2010
By: Faber Castelle **

Suatu hari, kamu datang ke rumah. Itu adalah pertemuan pertama kita setelah kelulusanku. Aku dapati sesuatu yang aneh pada dirimu, Dik.

Wajahmu yang dulu penuh semangat berhias senyum ceria sekarang terlihat begitu berbeda, entah kemana semangatmu dulu. Dan tubuhmu yang dulu begitu segar bugar penuh keanggunan, ya Allah… sekarang terlihat kurus pucat seolah penuh ketidakberdayaan. Sakitkah dirimu?

Dulu, setiap kali kita berkumpul kamu akan menceritakan semua pengalamanmu padaku, bibirmu akan terus berceloteh tanpa henti, berapi-api. Aku selalu menjadi pendengar setiamu. Tapi, kini kamu hanya diam membisu tanpa berkata apa-apa.Saat kutanya sesuatu, kamupun hanya menjawab singkat untuk diikuti kesunyian yang lain.

Dik, tahukah kau betapa banyak yang ingin kutanyakan kepadamu? Tapi, aku tak ingin menambah penatmu dengan pertanyaan-pertanyaanku. Kubiarkan kita menikmati kesunyian hingga akhirnya kamu terlelap. Kuperhatikan keteduhan wajahmu saat kamu tidur, dan kugantungkan beribu pertanyaan pada waktu? Saat terbangun, kamupun hanya pamit, pergi tanpa sedikitpun kutahu “ada apa?”

****
Aku kembali ke duniaku; kuliah, lab, amanah dakwah. Dan aku kembali melupakanmu, hingga di kemudian hari seorang temanmu mengabariku melalui telpon bahwa kamu sudah sepekan sakit. Akupun terdiam di ujung telepon.

Kurencanakan untuk segera menjengukmu. Aku pergi ke rumahmu bersama beberapa akhwat lain. Hatiku miris. aku baru kali ini ke rumahmu, Dik. Ya Rabb, aku baru menyadari betapa aku tidak pernah memperhatikan saudariku yang telah memberi perhatian luar biasa padaku selama ini. Hatiku sangat perih melihat keadaanmu. Tubuhmu begitu kurus seolah aku tak pernah mengali dirimu. Tubuhku bergetar, dadaku sesak menahan tangis. air mataku tak kuasa kubendung.

Aku mendekatimu. Disana dirimu berusaha tersenyum meski yang kulihat adalah ringisan menahan sakit. Kutahan perasaanku. Aku memelukmu, mencium keningmu, yang diikuti akhwat lain. Kuberusaha menghiburmu meski sebenarnya di lubuk hati aku menangis meratapi acuhku selama ini.

Aku mencoba bertanya pada ibumu kenapa kamu tidak dibawa ke rumah sakit, namun hanya kutemukan jawaban yang menghempaskan perasaanku hingga hancur berkeping-keping. Kamu menderita kanker kelenjar getah bening, katanya. Dan karena ekonomi yang sulit, kamupun hanya dibawa ke puskesmas setelah pernah dikeluarkan dari RS hanya karena tak mempunyai uang untuk biaya berobat.

Ya Tuhan, apa gunaku selama ini? inikah ukhuwah yang aku dengungkan selama ini? inikah ikatan persaudaraan yang selalu kuikrarkan di setiap majlis yang aku bawakan? inikah kasih sayang yang kuserukan? Tidak, aku harus melakukan sesuatu untukmu, Dik !! Tunggulah, aku akan mencarikan biaya untukmu.

Dalam kondisimu yang semakin memburuk aku semakin takut. Aku benar-benar takut kehilanganmu. Kamu semakin sering tidak sadarkan diri. Ya Allah, kurasakan aroma sakaratul maut semakin dekat di ruangan ini. Kuraih tangan ringkihmu. Inilah tangan yang dulu sering memelukku dari belakang, menutup mataku dan menyuruhku menebak siapa dia, dan tentu saja aku tahu, tak ada tangan yang segemuk punyamu, Dik.

“Pasti si roti pawaw” kutebak dengan julukanmu itu dan kamu tertawa.

Tapi, kini tangan itu tak mampu bergerak lagi. Kuusap air mata yang merembes di pipimu, kamu menangis. Apakah kamu merindukanku? merindukan kami saudarimu yang telah melupakanmu? sudikah kau memaafkan kami, Dik?

Aku mendekatkan bibirku ke telingamu meski aku tak tahu apakah saat itu dirimu sadar atau tidak. Kubisikkan kalimatullah, mencoba menuntunmu menyebut nama-Nya “Laa Ilaaha illallaah… laa Ilaaha illallah…” bibirmu bergerak dan aku mendengarmu bersusah kata, “Allah… Allah..."

Ya Tuhan, apakah ini sakaratul maut? sesakit inikah? Ya Rabbal izzati… hatiku bergetar takut.

“Allahummaghfirlaha, Allahummarhamha… Ampunilah dia, Rahmatilah dia…”
Kamu kembali tak sadarkan diri hingga setelah sore hari aku harus kembali pamit pulang pada ibumu.

****
Aku baru saja selesai shalat subuh. Rencananya, hari itu aku akan mengambil surat keterangan tidak mampu untukmu, agar kamu bisa dirawat di rumah sakit. Aku begitu bersemangat.

Sesaat kemudian, kuterima dari telepon dari ukhti Uni. Aku pikir mungkin dia mengajak menjengukmu lagi, tapi aku ternyata salah. Berita yang aku terima sungguh sangat membuatku terguncang menghantam luapan semangatku yang terbangun pagi ini dalam sekejap .
“Ukhti, adik kita, Diana… dia meninggal tengah malam tadi,” katanya terputus-putus sesenggukan.

“Innalillahi wa innailaihi roji'un”

Sekejap mulutku terkunci, tak mampu berkata-kata, serasa ada benjolan besar di tenggorokanku yang siap meledak. Tak kuhiraukan Uni yang terus memanggilku dan menyuruhku bersabar. Aku terduduk menangis, menumpahkan segala kesedihanku, penyesalanku, keacuhanku, ketidakpedulianku, keegoisanku.

****
Baru saja jenazahmu dibawa dari rumahmu. Ibumu sejak tadi tak sadarkan diri. Kakakmu yang kamu bilang membencimu ternyata sangat menyayangimu. Dia yang merawatmu selama kamu sakit. Begitu banyak orang yang datang melayatmu, menghantar jenazahmu, mensholatimu. Wajahmu terus berkelabat dalam benakku, senyummu, tawamu, manjamu, semangatmu. Dan aku terus menahan tangis. Aku hanya bisa menahan tangisku menatap iringan membawamu ke tempat pembaringan terakhirmu.

Dik, kakak tak mampu menemanimu lagi seperti dulu. Tak akan ada lagi telepon-teleponmu yang bisa kurindukan. Tak ada lagi coklat atau cerita-cerita tentang hidupmu.
Dik, maafkan kakak, Semoga kau tenang disana. Yaa Rabbana… []


* Untuk adikku, Diana semoga dalam perlindungan-Nya.
** Mahasiswa Tingkat II, Islamic Call College, Tripoli-Libya.

Selanjutnya....

Problematika Toleransi Beragama di Indonesia

20 Okt 2010
Oleh: Ellen Febry Valentine*

Pendahuluan
Adalah sebuah realitas tak terbantahkan bahwa tidak ada satu negara pun di dunia yang hanya terdiri dari satu suku. Keanekaragaman (pluralitas) etnis dalam sebuah negara menjadi titik tolak keragaman yang lain, meliputi budaya, bahasa, dan agama.

Secara garis besar keragaman ini bisa dilihat dari dua perspektif, vertikal dan horizontal. Keanekaragaman vertikal yang meliputi tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial. Sedangkan perspektif horizontal meliputi keanekaragaman suku, bahasa, budaya dan agama.

Di Indonesia sendiri fakta pluralitas ini terejawantahkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, sebuah ikhtiar yang lahir dari berbagai perbedaan yang mustahil bisa disamakan namun tetap berharap untuk tidak sekedar bisa bersama. Lebih dari itu para founding father bangsa kita ingin agar perbedaan itu bersatu dan bersinergi menjadi kekayaan bangsa.

Disisi lain pluralitas dan heterogenitas itu seringkali menimbulkan gesekan antar kelompok yang berujung pada tindak kekerasan. Dan sangat disayangkan, agamalah yang sering dijadikan kambing hitam.

Namun benarkah truth claim (klaim kebenaran) sebuah agama yang menjadi pemicu konflik antar umat beragama? Atau ada faktor lain yang bermain dibalik setiap konflik yang mengatasnamakan agama?

Konflik Antar Agama, Mengapa dan Bagaimana?
Ada 6 agama resmi yang diakui di Indonesia. Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Pluralitas ini bisa menjadi nilai positif jika masing-masing pemeluknya bisa bersinergi membangun Indonesia dengan melepaskan sekat-sekat teologis yang mustahil bisa disamakan. Namun kenyataannya berbagai gesekan sosial yang menggunakan simbol agama lebih sering muncul bahkan berujung pada tindak anarkis.

Agama sendiri mengajarkan pemeluknya untuk saling mengasihi. Ajaran humanisme itu bisa ditemukan di semua kitab suci agama. Tidak ada satu agama pun yang menganjurkan pemeluknya untuk menyakiti pemeluk agama lain. Jadi bisa dipastikan konflik antar agama yang terjadi adalah kamuflase atau pembenar atas konflik sosial yang melatar belakangi.
Sedikitnya ada dua faktor yang melatarbelakangi konflik agama, yaitu:

Faktor Eksternal Agama
Iklim demokrasi terbuka yang dimulai sejak digulingkannya rezim orde baru ikut bertanggungjawab memicu timbulnya konflik. Kebebasan berpendapat yang tidak diimbangi kemampuan akomodatif untuk saling menghormati perbedaan sering berujung pada sikap saling menyalahkan.

Selain itu kesenjangan sosial akibat krisis moneter sejak tahun 1997 membuat masyarakat sangat sensitif menghadapi perbedaan. Sedikit saja ada gesekan, maka mudah sekali timbul kerusuhan massal dan tindak kekerasan kolektif (anarkisme), yang mengakibatkan rakyat tidak berdosa harus menderita karenanya. Kasus kerusuhan Tasikmalaya, Situ-bondo (1997); Medan, Jakarta, Solo, Ketapang dan Kupang (1998); Bali (1999), Ambon, Maluku Utara (1999/ 2000; 2003/ 2004), Mataram (2000), Kalimantan (2004), Jakarta (2005), dan Poso (2003-2006) merupakan contoh aktual yang masih segar dalam ingatan kita. Dan, sekaligus mengindikasikan betapa kekerasan sosial akhir-akhir ini begitu fenomenal melanda masyarakat kita.

Hal lain yang melatar belakangi timbulnya konflik yang mengatasnamakan agama adalah tidak dipatuhinya hukum negara. Padahal negara telah mengatur kebebasan beragama (pasal 29 ayat 2 UUD 1945). Kebebasan yang dimaksud tentu harus disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat, khususnya hubungan mayoritas-minoritas. Karena selama ini yang menjadi korban adalah kelompok minoritas, maka harus dicari akar masalahnya. Jangan sampai dengan dalih kebebasan beragama atau melindungi kelompok minoritas, justru memfitnah mayoritas yang sebenarnya tidak bersalah.

Kasus terakhir hingga tulisan ini diturunkan adalah penusukan anggota jemaat HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) Pondok Timur Indah Bekasi. Meskipun pihak HKBP tidak menuduh umat agama lain yang melakukan penusukan, namun opini yang berkembang kasus ini adalah konflik agama karena dilakukan pada hari raya agama oleh oknum agama tertentu yang korbannya adalah umat agama lain.

Asal muasal kasus ini adalah tidak dipatuhinya peraturan pemerintah tentang pendirian rumah ibadah. Penulis tidak akan panjang lebar mengurai kasus ini karena diluar tema tulisan. Namun satu hal yang perlu dicatat, jika pemeluk agama menaati aturan negara sebagaimana ia menaati aturan agama, maka konflik yang mengatasnamakan agama tidak perlu terjadi.

Faktor Internal Agama
Munculnya kelompok-kelompok ekstrimis yang menganggap agama sebagai alat politis untuk mewujudkan cita-cita adalah salah satu faktor penyebab konflik dari dalam. Parahnya kelompok ini didominasi oleh kaum muda yang emosinya cenderung labil dan mudah dipengaruhi. Menegakkan agama sering dipakai sebagai alasan untuk melegalkan tindak anarkis mereka. Citra agama yang ramah akhirnya berubah menjadi agama yang marah.
Ekstrimis dalam agama tentu sangat berkaitan dengan pemahaman terhadap teks agama. Penafsiran atas sebuah teks sangat mempengaruhi pola pikir dan perbuatan seseorang. Adanya perbedaan penafsiran itulah yang akhirnya memunculkan kelompok-kelompok ekstrimis, liberal ataupun moderat dalam agama.

Selain itu, kurangnya pemahaman terhadap teks agama bisa memicu konflik. Seperti adanya perintah membunuh orang kafir. Disini tentu harus dipahami kafir seperti apa yang boleh untuk dibunuh. Apakah kafir yang dilindungi negara yang tidak berbuat salah juga harus dibunuh? Ataukah kafir yang merongrong stabilitas negara, menyebarkan fitnah terhadap agama lain yang -bahkan menurut hukum negara pun- harus dihukum?
Merebaknya kasus terorisme yang mengatasnamakan jihad, juga buah dari pemahaman terhadap teks agama yang saklek. Apakah termasuk jihad jika pendanaan aksinya hasil merampok bank? Apakah dikatakan jihad jika nyatanya justru meresahkan umat? Tampaknya jihad- perjuangan membela agama yang mulia- telah berpeyorasi menjadi perjuangan politis sekelompok ekstrimis dalam agama demi mewujudkan cita-cita mereka.

Lalu bagaimana menumbuhkan sikap toleran antar pemeluk agama di Indonesia?

Pertama, peran tokoh agama dalam mendakwahkan agama sangat mempengaruhi pola pikir dan sikap pengikutnya. Apalagi penafsiran terhadap teks agama yang berisi perintah dan larangan. Tidak bisa dipungkiri bahwa menjalankan perintah dan menjauhi larangan tersebut adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Disinilah peran tokoh agama sangat membantu dalam penyelesaian konflik. Tokoh agama diharapkan mampu menunjukkan citra positif agama yang ramah dan toleran.

Kedua, pemerintah diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi tingkat kesenjangan sosial rakyatnya. Rakyat yang hidup makmur dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih cerdas menyikapi perbedaan. Sebaliknya rakyat yang hidup miskin dan bodoh akan lebih sensitif dalam menghadapi gesekan.

Selain itu menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengatur toleransi antar umat beragama dalam sebuah undang-undang. Bukan sekedar undang-undang yang mengatur kebebasan beragama dan berkeyakinan. Tapi undang-undang penyiaran agama dan pendirian rumah ibadah yang disepakati oleh keenam agama dan harus disosialisasikan kepada masyarakat. Jika alasannya masih berkutat soal kebebasan maka kasus-kasus seperti HKBP bisa dipastikan akan terulang dikemudian hari.

Ketiga, perlunya perubahan pola pikir bangsa Indonesia yang notabene masih HAM oriented. Selamanya orang yang mendahulukan hak akan merasa benar dan menuntut jika haknya tidak terpenuhi, tanpa berpikir apakah ia sudah menjalankan kewajibannya atau belum. Jika saja pola pikir ini bisa dirubah dengan mendahulukan kewajiban sebelum menuntut hak, maka manusia akan terbebas dari pola pikir egosentris dan merasa benar sendiri.

Penutup
Untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama semua elemen harus ikut andil. Pemerintah, tokoh agama dan masyarakat harus mengambil peran sesuai kapasitas dan kewenangan masing-masing. Dan yang paling penting sekaligus paling sulit adalah merubah pola pikir bangsa penganut HAM-isme yang justru akan semakin memperlebar jurang perbedaan.

Jika sentralisme hak ini bisa diminimalisir, maka egoisme manusia yang selalu berpikir tentang hak-hak pribadi dan kebebasan akan tergantikan dengan tanggungjawab memenuhi kewajiban sebagai mahluk sosial yangTuhan. Akhirnya, kasus-kasus kekerasan antarumat beragama tidak perlu terjadi lagi. []


* Mahasiswi Tingkat Akhir (IV) Dakwah dan Peradaban Islam, Islamic Call College, Tripoli-Libya.


Selanjutnya....

Uthbah bin Ghazwan: Teladan Kesederhanaan

14 Okt 2010
Oleh: Golden Ahmad

Setahu saya, sedikit sekali buku-buku sejarah yang dipakai di sekolah Tsanawiyah hingga Aliyah yang memberikan gambaran riwayat hidup Utbah Bin Ghazwan. Utbah Bin Ghazwan adalah sosok yang kurang popular di telinga kita; bukan karena beliau tidak memiliki keistimewaan dalam sejarah hidupnya, namun karena para sejarahwan sendiri yang jarang menghadirkan riwayat tentang sosok dan keteladananya ke permukaan.

Berikut merupakan sekelumit kisah tentang spirit dari seorang pahlawan yang sederhana. Semoga bias menjadi cermin kepada kita semua terutama bagi para pemimpin agar menumbuhkan gaya hidup sederhana dan meninggalkan mental hedonis dan addicted ( serba kecanduan ) terhadap materi.

Utbah Bin Ghazwan adalah salah satu sahabat Rosulullah SAW yang secara langsung berba’iat langsung dihadapan Nabi. Pemuda yang berasal dari Mekkah ini dikenal sebagai seorang ahli peperangan terutama kepiawaianya menggunakan pedang. Disamping itu, ia juga terkenal sebagai seorang yang handal dan cakap menggunakan tombak dan panah. Kecanggihanya dalam memainkan 3 senjata ini disalurkan dengan ikut berperang bersama Roulullah memerangi musuh-musuh Islam dan menghancurkan berhala-berhala.

Ketika terdengar berita wafatnya Rosulullah, Utbah masih menggelorakan semangat dirinya untuk tidak patah semangat berperang terhadap kafir Quraisy tanpa Rosulullah. Beliau bahkan berkelana ke berbagai daerah perbatasan wilayah Islam yang waktu itu dikuasai oleh Persia. Dalam satu riwayat, beliau pernah diutus oleh Umar Ibn Khottob guna membebaskan Basrah yang dikuasai persia. Umar berkata kepadanya “berjalanlah bersama anak buahmu hingga sampai batas terjauh dari negeri Arab dan batas terdekat dari negeri Persia! Pergilah dengan restu Allah dan berkah-Nya ! serukan ke jalan Allah siapa yang bersedia ! dan siapa yang menolak hendaklah ia membayar pajak ! bagi setiap penantang maka pedang bagianya. Tabahlah menghadapi musuh serta bertakwalah kepada Allah “.

Utbah seketika bergerak melangkah memenuhi titah pemimpinya berjalan menyusuri negeri hingga sampai ke sebuah daerah bernama Ubullah. Disana mereka dihadang oleh pasukan Persia yang jumlahnya berlipat dari pasukan muslim. Tapi, karena memiliki strategi yang lebih matang dan semangat juang yang tinggi, maka, akhir dari peperangan ini dimenangkan oleh pasukan Islam dibawah kepemimpinan Utbah. Setelah kemenangan itu, kendali wilayah Basrah pun berada ditangan beliau dan dimulailah pembangunan peradaban Islam disana; kantor-kantor pemerintahan, masjid, pasar, taman-taman kota, dan berbagai fasilitas umum lain.

Jauh setelah penaklukan bangsa Persia, kehidupan di Basrah sudah mulai membaik, tenteram dan damai. Melihat hal tersebut sudah barang tentu membuat Utbah bahagia. Namun, di sisi lain, secara pribadi ia merasa gelisah karena dirinya terlalu fokus pada urusan dunia ketimbang akhiratnya. Beliau menyadari betapa nikmatnya jauh dari hingar bingar urusan pemerintahan. ingin sekali ia menyibukkan semua urusan di sisa hidupnya ini untuk urusan-urusan akhirat. Keinginan besar itu sayangnya belum bisa terwujud, lantaran Amirul Mukminin waktu itu, Umar bin Khottob keberatan dan menyuruhnya tetap duduk di kursi pemerintahan.

Bukanlah seorang Utbah bila ia kalah dengan keadaan. Di sela-sela kesibukanya sebagai kepala Negara beliau sempatkan waktunya untuk mengajarkan kepada rakyatnya tentang masalah agama. Beliau juga acapkali mengisi ceramah di berbagai tempat. Dalam ceramahnya, beliau selalu menasehati kepada rakyatnya akan pentingnya sebuah kesederhanaan dan bahaya hidup bermegah-megahan. Salah satu kutipan pidatonya sebagai berikut “ demi Allah, sesungguhnya telah kalian lihat aku bersama Rosulullah. Di suatu hari aku beroleh rizki sehelai baju burdah. Lalu kubelah dua. Yang sebelah kuberikan kepada sa’ad Bin Malk dan sebelah lagi kupakai untuk diriku !”. subhanallah… apa yang disampaikan beliau adalah benar adanya dan beliau juga mempraktikkan itu dalam kehidupanya. Himbaun Utbah kepada rakyatnya untuk hidup sederhana ternyata tidak dipedulikan rakyatnya sehingga beliau berazam menunaikan haji ke mekkah guna menyempurnakan rukun Islam serta berdoá kepada Allah untuk memberikan hidayah kepada rakyatnya supaya memilih jalan hidup sederhana ketimbang bermegah-megahan.

Kepergian Utbah ke tanah suci mekkah tentu akan membuat kursi pemerintahan Basrah kosong. Maka dari itu Utbah telah menunjuk salah seorang sahabatnya untuk menggantikan posisinya sebagai kepala Negara sementara waktu. Seusai menunaikan ibadah haji Utbah melangkahkan kakinya ke Madinah menghadap kepada Khalifah Umar dan memohon kepadanya agar diperkenankan untuk mengundurkan diri sebagai kepala Negara. Lagi-lagi keinginan tersebut tidak mendapat dari sang khalifah karena Umar memang tidak mau menyi-nyiakan seorang zuhud seperti Utbah. Umar masih menginginkan Utbah memimpin Basrah.

Utbah kemudian kembali ke kota Basrah sesuai dengan seruan Umar. Sebelum naik ke kuda, beliau berdoá kepada Allah agar ia tidak dikembalikan lagi ke Basrah dan tidak pula memimpin pemerintahan untuk selama-lamanya. Tidak diduga, doá Utbah terkabul selagi Utbah dalam perjalanan menuju kota Basrah, malaikat maut mengambil ruh beliau. Dalam riwayat lain di jelaskan bahwa beliau meninggal tatkala ia sedang menunggangi unta lalu beliau jatuh dan meninggal seketika. Wallahu a’lam bis Showab. ()

Selanjutnya....

Adakan Audiensi, Rektor ICC Tekankan Orientasi Kemahasiswaan

13 Okt 2010
Rektor Islamic Call College (ICC) Tripoli, Libya DR. Muhammad Ali Zayyadi menggelar audiensi umum dengan para mahasiswanya pada Rabu kemarin (12/10).

Pertemuan yang dimulai pukul 10.00 dan berlangsung sekitar tiga jam ini dalam rangka memberikan orientasi mahasiswa tahun akademik 2010/2011. Zayyadi menekankan perlunya memperbaiki orientasi mahasiswa yang mulai kendor baik secara akademis maupun dalam kehidupan keseharian yang tidak sesuai misi dan visi kampus.

“tujuan kalian berada disini adalah untuk belajar. Dan sebagai mahasiswa Kulliyah Dakwah seharusnya mahasiswa bisa bersikap sebagai da'i yang mencerminkan visi dan misi dari kampus,” jelasnya.

Dalam kesempatan ini Zayyadi juga menjelaskan beberapa peraturan penting yang selayaknya ditaati jika tidak ingin terkena sanksi, diantaranya seperrti soal absensi yang tidak boleh lebih dari 25%, standar nilai minimum akademik yang tidak membolehkan mahasiswa mengulang (HER) lebih dari dua mata kuliah, penghormatan kepada dosen serta staff dan karyawan serta beberapa aturan lain terkait asrama mahasiswa. Pelanggaran terhadap aturan-aturan ini paling berat akan berdampak pada pemberhentian dan pemulangan mahasiswa yang bersangkutan ke Negara asal.

Meski demikian, sebelum acara ditutup, mahasiswa pada akhir sesi juga diberikan hak bersuara untuk menyatakan pendapat ataupun ide-ide mereka. Sebagian mencoba mengeluhkan adanya kelambatan birokrasi, terlalu ketatnya aturan, serta beberapa fasilitas yang kurang memadai yang perlu diperhatikan. (ad)
Selanjutnya....

Pelepasan Temus Haji 2010

9 Okt 2010
KKMI melepas temus (tenaga musiman) haji dari kalangan mahasiswa Libya pada Kamis kemarin (7/10). para temus yang berangkat dari Bandara Internasional Tripoli ini akan membantu pelayanan jamaah yang sedang melaksanakan haji sekitar dua bulan ke depan selama ibadah ini berlangsung.

Pada tahun ini mahasiswa Indonesia di Libya mendapatkan kuota temus bagi sepuluh orang. mereka telah pilih dari mahasiswa yang menempuh program S1 tingkat akhir dan S2 sejak beberapa bulan yang lalu. Enam orang di antaranya telah berangkat dan empat lainnya saat ini masih menunggu pemrosesan.

Nantinya, sebagian dari mereka direncanakan akan kembali lagi ke Libya sekitar dua bulan ke depan dan sebagian lagi akan langsung pulang ke Indonesia karena sudah lulus kuliah pada tahun ini. (ad)

Pelepasan Temus Haji 2010 oleh KKMI di
Bandara Internasional Tripoli pada Kamis, 7 Oktober 2010.

Selanjutnya....

Teruntuk Ukhti Diana (1)

26 Sep 2010
Ada segores pedih saat kuukir namamu. Ribuan belati seolah menusuk hati meninggalkan gumpalan sedih di lubang rasa. Penyesalan yang tak berujung, membuatku mengutuki sendiri diri ini. Ya Allah, ampuni aku. Dan untuk Adik, maafkanlah kakak.

Aku ingat, pertama kali mengenalmu ketika kita masih berpakaian putih abu-abu. Aku masih teringat sinar matamu saat aku memasuki kelasmu. Waktu itu, kamu mengajak kami mengisi kosong waktu, sebuah majlis ilmu, kajian Jum’at di rohis. Begitulah rutinitas ini menjadi bagian dunia kita.

Dan waktu berlalu, dirimu terasa sangat berbeda. Kamu begitu dekat dengan kami, senior-seniormu, berbeda dengan teman-temanmu yang biasanya penuh segan. Tapi aku suka sifatmu, Dik. Aku seolah memiliki adik baru. Perhatianmu, terutama kepadaku. Di sela jam istirahat, kamu biasanya menawarkan coklat tak lupa sambil berbisik, “Kak, jangan bilang sama kak Uphi, aku cuma kasih kakak. He he he...” bilangmu seolah itu rahasia.

Aku tertawa menyambut coklat dengan wajah polos seolah tak tahu bagaimana kamu juga melakukan hal yang sama kepada Uphi. Ha ha ha... Mengenang caramu membuat kami semua merasa begitu kamu cintai. Ya Allah, begitu banyaknya dia mengajari kami.

Hari itu kamu mendatangiku, dengan wajah penuh semangat lebih dari biasanya. Kamu bertanya kepadaku, “Kak, aku mau kayak kakak. Menutup aurat dengan sempurna.” Allahu Akbar ! Aku menyambut dengan begitu bahagia. Aku sampaikan pada Uphi, Hilda dan Ade, serta akhwat lainnya. Mereka merespon begitu bahagia. Kau memintaku menemanimu membeli kain, tentu saja aku mau. Subhanallah, bahagianya hatiku saat itu. Serasa tiada hari terindah melebihi ketika aku pergi bersamamu pada hari itu.

****
Beberapa hari kemudian kamu datang dengan wajah cemas. Keluargamu tidak senang dengan perubahanmu, bahkan mereka sempat menyembunyikan jilbabmu. Kamu mulai ragu dengan pilihanmu. Aku mencoba meyakinkanmu bahwa Allah-lah sebaik-baik penolong. Tak kan ada yang bisa menyakitimu dalam lindungan-Nya. Kamu menangis. Aku sedikit bingung. Lalu kita pergi ke mushola Kita shalat dhuha, dan selesai shalat kamu berkata mantap, “Aku mantap untuk memakainya kak”.

Keesokan harinya, kamu dengan jilbab lebarmu, dengan wajah yang sangat berbahagia. Aku memeluk dan menciummu dengan penuh sayang. Aku mencubit pipi tembemmu yang bersemu merah, semua akhwat memelukmu dengan bahagia. ahlan wa sahlan yaa ukhti, semoga kamu terjaga dalam busana syar’i ini.

Kamu pun semakin dekat padaku, sangat perhatian pada kami semua, tak pernah seingatku kamu tak datang menjengukku setiap kali aku sakit. Kamu selalu datang walau dalam kondisi sangat lelah. Dik, kakak sangat bangga padamu. Kamu semakin aktif, semua amanah yang diberikan mampu kamu kerjakan dengan penuh semangat. Bahkan, rasanya tanpa kamu, kami sangat kerepotan. Kami sangat sayang padamu, dik.

****
Tak terasa dua tahun kebersamaan kita. Aku lulus dan harus meninggalkan sekolah kami tercinta, meninggalkan rohis yang kami rintis dari awal dengan penuh perjuangan. Aku meninggalkan teman-temanku, termasuk kamu, Dik. Kamu menangis, kamu meminta kami agar tak meninggalkan kalian. Yah, kami berjanji akan sering mengunjungi. Tak akan berhenti memperhatikan kalian.

Tapi, ternyata semua hanya janji, kami masuk dalam lingkungan kuliah yang kesibukannya menumpuk, terlebih aku mengambil fakultas paling sibuk di antara semua fakultas yang ada. Aku tak menepati janji, aku ingkar padamu, dik. Ya Allah, ampuni aku. Aku melupakanmu, aku mulai sibuk di lembaga dakwah kampusku, yang juga meminta perhatian yang sangat besar. Kuliah-kuliahku, lab-labku yang membuatku tak punya waktu untuk yang lain, termasuk padamu. Aku mulai melupakanmu, tapi kamu sering sekali menghubungiku, menelponku.

Ya, telepon-teleponmu, Dik. Mengingat ini, sungguh penyesalanku seakan tak ada habisnya. Kamu begitu sering meneleponku, menceritakan keadaan di SMU yang telah mengenalkan kita, tentang keluargamu yang semakin menentangmu, saudaramu yang sangat membencimu, tentang tiadanya orang yang mau mendengarkan keluh kesahmu.

Dan aku yang begitu egois, akhirnya mulai bosan dengan semua keluhanmu. Aku yang begitu lelah dengan rutinitas, yang hanya mencuri waktu untuk istirahat, aklhirnya harus merasa terganggu dengan teleponmu. Aku mulai menghindarimu, mencoba tak ku jawab telepon-teleponmu, dan aku tahu kamu tak sekalipun marah. Ya Allah, ampuni hambamu yang khilaf ini.

Bersambung...

Selanjutnya....

Li Abi wa Ummi

23 Sep 2010
Li abi wa ummi
Dari perantauan kurangkai bait rindu
Kutulis dengan tinta birrul walidain
Kuangan dengan segenap bayang senyum
Kubingkai dengan cucuran air mata
Kusimpan di palung jiwa.

Li abi wa ummi
Secercah cahaya berpendar terangi sembab mataku
Yang basah oleh air mata rindu.
Setitik terang sibakkan gulita batinku
Yang buta nur sebelumnya.

Abi... Umi...
Terperanjat jiwaku
Oleh tuturan murobbi ruhina
Yang seketika mendentumkan batin
menggejolak lelap nurani.
Kerinduan menyeruak
Serta-merta luruhkan tegarku.
Teringat semua jerih payahmu,
doamu, nasihat muliamu...
Dan teringat segala tentangmu.
Entah bagaimana kuungkap sesal
Deras air mata kelukan lidah
Otakku mati suri
Kedua kakiku melumpuh.

Li bi wa ummi...
Hasratku menggebu persembahkan hadiah terindah bagimu.
Ingin sekali kusaksikan jubah kehormatan menghias sosokmu.
Membalut indah pancarkan aura surgawi.
Tiada hal terindah selain senyum dan ridlomu.

Duhai...
Sesalku tiada henti bergelayut sendu.
Mengurai sesak yang menyumbat pori-pori tabahku.
Meniti langkah tegap setelah terseok khilaf.
Serpihan rindu bangkitkan himmah dan azzam kalbu.
Meremugar niat kokohkan puing asaku.
Robbi… Robbi… Ooo, Robbi...
Robbighfirli wa li walidayya
warhamhuma kama robbayani shogiro.



By: A. Munsit
Bumi Lantany,
06 Ramadhan 1431 H
Selanjutnya....

Satu Masjid Pengganti Seribu Gereja di Tanah Haram


Oleh: Agus Supriadi, Lc

Kemarin, sempat mencuat kembali masalah tragedi WTC setelah adanya rencana pembangunan sebuah gedung mewah dua blok dari Ground Zero. Rencananya, gedung tersebut akan dilengkapi dengan fasilitas masjid, tempat olahraga, teater serta lainnya, dan itu akan terbuka untuk semua pengunjung.

Pembangunan dengan nama proyek Cordova House yang memakan dana sekitar $ 100 juta itu tak ayal menimbulkan kontroversi antara pihak yang mendukung dengan yang kontra. Penduduk sekitar lokasi Manhattan serta keluarga korban tragedi 911 cenderung menolak , sementara 28% lainnya yang nota bene kaum muslim amerika serta sebagian kecil non-muslim termasuk didalamnya wali kota tetap mendukung pembangunan tersebut.

Keluar dari masalah pro kontra dan kesepakatan yang memang sudah diambil kedua belah pihak, menurut saya ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan selaku umat muslim yang merelakan diri berjuang di jalan-Nya. Mesjid yang diklaim menjadi bentuk toleransi antar umat muslim dan dan non-muslim di negara adidaya ternyata berpotensi menimbulkan ekses negative yang luar biasa, yaitu menjadi senjata yang digunakan oleh penguasa politik superior Amerika sekaligus Negara Penjaga Seribu Gereja Roma. Dan bukan tidak mungkin akan muncul pendukung kedua kekuatan tersebut nantinya.

Proses didirikanya satu rumah ibadah di sekitar Ground Zero bisa menjadi ancaman didirikanya rumah suci gereja atau sinagoge, dengan dalih saling bertukar prinsip toleransi antar umat beragama. Mesjid di Amerika jadi symbol toleransi agama non-Islam terhadap agama Islam. Sebaliknya, pembangunan gereja atau sinagoge di Mekkah atau Madinah misalkan, menjadi bukti toleransi umat Islam terhadap non-Islam. Dengan begitu, proses meragukan umat Islam atau pun menghancurkan akidah mereka bisa dengan mudah dilakukan. Sebelum hal itu terjadi, sudah selayaknya umat Islam mencari solusi untuk permasalahan tersebut.

Proses legalisasi yang diberikan oleh Presiden Barrack Obama mengenai pembangunan mesjid di Manhattan adalah proses awal menarik simpati ummat muslim seluruh dunia tentang besarnya makna toleransi bagi umat non-muslim terhadap Islam juga sebagai panggung sandiwara bahwa Amerika senantiasa menjunjung tinggi visi negerinya seperti yang dikutip dari pernyataan Presiden Barrack Obama "Ini adalah Amerika dan komitmen kita terhadap kebebasan beragama tidak boleh goyah."

Sikap kehati-hatian terhadap setiap berita serta tindakan orang-orang yang keluar dari batas-batas agama ataupun non-muslim seperti yang disuratkan dalam surat al-Hujurat : 6 adalah hal mutlak yang harus dilaksanakan. karena setelah melalui pengalaman yang telah teruji diberbagai peristiwa sejarah umat Islam ketika berinteraksi dengan para kaum fasiq, banyak kesepakaan atau pernyataan yang telah dibuat akan tetapi berujung pada pengkhianatan dan pembatalan kesepakatan. Pernyataan yang dilontarkan tak lebih dari pemanis bibir belaka.

Aspek lain yang layak menjadi perhatian umat muslim ketika pembangunan mesjid yang berlokasi di sekitar Ground Zero dengan luas 3000 m persegi adalah memperbaiki citra buruk akan tragedi yang tidak pernah dilakukan. Harus membuktikan bahwa Islam adalah symbol of the peace for the world.

Islamophobia yang sampai sekarang terjadi menjadi PR utama bagi saudara kita yang bergerak dalam proyek Cordova House serta kaum muslimin secara universal dimanapun mereka berada. Pada akhirnya, kesatuan umat Islam seluruh dunia menjadi syarat paten eksisnya citra baik Islam yang berfungsi sebagai agama yang memiliki prinsip penebar kebaikan bagi seluruh alam. Wallahu a'lamu bishowab. []
Selanjutnya....

Ramadhan, Tripoli and Me

21 Sep 2010

Oleh: Sidiq Nugroho

Perkenalkan, saya adalah salah satu dari seratus sekian mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di Negeri Seribu Penghafal al-Qur' an, - begitu Dr. Aidh al-Qarni menjuluki Libya.

Seribu kisah akan bisa saya ceritakan kepada anak cucu kelak, untuk sekedar mewakili kehidupan 4 tahun disini. Dari senyuman manis para gadis yang langsung menhantam titik sensitif keimanan, hingga kerasnya jalanan yang menuntut pengorbanan materi dan tak jarang, fisik. Tapi, dalam beberapa baris kedepan, barangkali sedikit dari kehidupan Ramadhan ditanah ini akan saya ceritakan.

Saya dengan Civitas Kampus
Akan banyak ditemui beragam kegiatan pada bulan Ramadhan di kampus kami, Kuliyah Dakwah Islamiyah. Dimulai dari agenda-agenda yang digagas oleh persatuan pelajar dari beragam negara yang ada, pihak kampus, ataupun lingkaran-lingkaran kecil yang dirintis oleh individu-individu kreatif. Semua bermuara kepada satu titik; menyemarakkan bulan terbaik ini. Mereka seolah bersepakat kepada hal yang sama; bahwa bulan ini adalah momentum untuk meningkatkan produktifitas. Kapan pun waktunya, apa pun kegiatan positifnya, dan dimanapun dilakukannya. Maka kita akan menemui berbagai komunitas yang bertebaran di taman-taman kampus menjelang adzan maghrib dikumandangkan. Sambil menunggu waktu berbuka puasa, mereka pun sibuk dengan topik perbincangan yang berbeda-beda pula; bedah buku, belajar muqarrar, kajian lepas, atau sekedar curhat enam, delapan, atau sepuluh mata semata.

Ada juga sekelompok mahasiswa yang memanfaatkan jeda singkat sehabis sholat tarawih hingga waktu sahur tiba dengan menyalurkan hobi olahraganya, entah itu futsal, tenis meja atau yang lain.

Lain pula dengan paket Ramadhan tahunan yang diorganisir oleh pengurus masjid kampus. Dimulai dari shalat tarawih berjama'ah, kultum setelah sholat dzuhur, lomba hafalan Qur' an, sampai I'tikaf dan qiyamullail pada sepuluh hari terakhir. Luar bisa hebatnya!
Yang jelas, jangan sampai kita termasuk kedalam kelompok ini; segelintir dari muslimin yang menghabiskan waktu dengan aktifitas-aktifitas yang kurang mempunyai orientasi jelas. Akhirnya, Ramadhan pun lewat begitu saja di depan mata mereka, tanpa ada upaya memaksimalkan waktu dan potensi yang ada.
 
Saya, KBRI dan Masyarakat Indonesia di Tripoli

Ini lebih mengagumkan lagi. Kita seolah-olah dibawa kepada suatu daerah beribu-ribu kilometer jauh disana; Indonesia. Ya, mahasiswa, KBRI, dan komunitas Indonesia yang berada di Tripoli, melebur menjadi satu, menciptakan suasana Ramadhan ala Indonesia. Dengan mudah kita menemukan pesantren Ramadhan misalnya, sebuah paket kegiatan pengajaran al-qur'an dan disiplin ilmu Islam lainnya kepada putra-putri WNI yang berdomisili di Tripoli khususnya. Begitu juga dengan musholla KBRIyang ramai dengan variasi kegiatannya; kajian pekanan menjelang buka puasa, sholat tarawih berjama'ah, takbiran, hingga sholat ied.

Begitu pula dengan tradisi buka puasa bersama yang momentnta disatukan dengan pesantren Ramadhan. Para putra-putri mereka mendapatkan suplemen ruhiyah, orangtua pun secara emosi sosialnya pun terpupuk karena bisa bersilaturahim dengan WNI lain.
Satu hal yang membuat kita semakin merindu kampung halaman adalah aneka minuman dan makanan khas Indonesia, baik yang ringan ataupun berat. Keberagaman suku dan asal daerah WNI membuat variasi indah di atas meja makanan. Ada yang pedas, manis dan asam. Rasa bhineka, begitu katanya.

Saya dan Penduduk Tripoli
Semua jenis kisah saya temukan disini. Tentang orang-orang Arab yang mempunyai budaya tersendiri dalam menyambut bulan Ramadhan.

Kalau anda mencoba keluar kamar di pagi hari libur, maka jalan yang biasanya begitu padat dengan kendaraan roda empat, akan terlihat seperti jalan tol di Indonesia. Penghuni Tripoli masih terlelap dengan tidurnya hinggu dzuhur menjelang, atau hanya sekedar bermalas-malasan di apartemen mereka. Menginngat waktu malam yang begitu singkat, ditambah sengatan matahari musim panas, membuat siapa saja yang hidup di daerah ini, pada musim ini, membalik pola hidupnya, siang jadi malam dan sebaliknya. Maka tidak aneh kota menjadi hidup lagi ketika memasuki waktu sore. Itu adalah ngabuburit ala Arab.

Oh iya, barangkali anda harus tahu bahwa jiwa entrepreneur para generasi muda Libya menggeliat di buan ini, apalagi ditambah masa liburan sekolah yang panjang. Biasanya, anak-anak kecil menjual mainan yang diperuntukkan untuk usia mereka juga. Sedangkan para pemuda dengan santai menjajakan soft drink atau cemilan. Mantap ya?

Suatu siang saya singgah di sebuah masjid di kawasan Sharee Ashrah untuk mendinginkan badan sekaligus sholat dzhuhur. Tidak seperti hari-hari biasanya, ketika masjid-masjid ditutup setelah jama'ah selesai mendirikan sholat, pada bulan Ramadhan ini, ternyata mereka menambahkan kultum. Seakan mereka ingin menjadikan Ramadhan ini bulan pembinaan dengan merefresh kafa'ah syar'iyyah yang telah mereka miliki sebelumnya.

Budaya saling menjamu, atau mengundang jamuan makan, sangat kental pada saat-saat Ramadhan seperti ini. Barangkali sekali waktu anda perlu menyempatkan diri untuk jalan-jalan di pusat kota sambil sholat maghrib disana. Cari kenalan penduduk sekitar, ajak ngobrol. Saya rasa dia pun tidak akan segan-segan mengajak anda untuk makan malam dirumahnya.

Kalau di Indonesia nge-’tren’ istilah sahur on the road, Libya pun punya buka on the road. Bentuknya adalah ta’jil yang dibagi-bagikan warga untuk mereka-mereka yang saat adzan maghrib dikumandangkan masih berada di jalan. Hamper setiap masjid juga menyediakan minuman atau makanan kecil sebagai ta’jil.

Mungkin itu sedikit fenomena sosial di sekitar kita pada bulan suci ini. Kalau kita perhatikan seksama, maka sesungguhnya Ramadhan bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk melakukan transformasi peradaban. Dimulai dari kerja-kerja kecil sosial. Karena ternyata memang momentum Ramadhan sangat efektif untuk merubah watak dan karakter manusia. Yang dulunya temperamental, pada bulan ini justru menjadi seorang penyayang. Tiba-tiba saja muncul muslim-muslim derma yang begitu ringan membelanjakan hartanya. Kepedulian sosial masyarakat meningkat tajam. Itu semua, menurut saya, merupakan modal utama untuk menguatkan salah satu dari tiga unsur perdaban yang disebutkan Malik bin Nabi, sumber daya manusia yang bagus. []
Selanjutnya....

Sejarah Gerakan Feminisme dan Aliran-alirannya

17 Sep 2010

Oleh: Zahrotus Saidah

Gelombang feminisme lahir di Amerika Serikat dan mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan di tahun 1963. Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) di tahun 1966 gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) dimana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang.

Gerakan feminisme yang mendapatkan momentum sejarah pada 1960-an menunjukan bahwa sistem sosial masyarakat modern memiliki struktur yang pincang akibat budaya patriarkal yang sangat kental. Marginalisasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi dan politik, merupakan bukti konkret. Gerakan perempuan atau feminisme berjalan terus, sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan, namun kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan.

Di tahun 1967 dibentuklah Student for a Democratic Society (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama. dari sinilah mulai muncul kelompok "Feminisme Radikal" dengan membentuk Women´s Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan "Women´s Lib". Women´s Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Di tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya "Miss America Pegeant" di Atlantic City yang mereka anggap sebagai "pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan". Gema ´pembebasan kaum perempuan´ ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana di seluruh dunia.

"Gender, development, dan equality" sudah dicanangkan sejak Konferensi Perempuan Sedunia Pertama di Mexico City tahun 1975. Hasil penelitian kaum feminis sosialis telah membuka wawasan jender untuk dipertimbangkan dalam pembangunan bangsa. Sejak itu, arus pengutamaan jender atau gender mainstreaming melanda dunia. Memasuki era 1990-an, kritik feminisme masuk dalam institusi sains yang merupakan salah satu struktur penting dalam masyarakat modern. Termarginalisasinya peran perempuan dalam institusi sains dianggap sebagai dampak dari karakteristik patriarkal yang menempel erat dalam institusi sains. Tetapi, kritik kaum feminis terhadap institusi sains tidak berhenti pada masalah termarginalisasinya peran perempuan. Kaum feminis telah berani masuk dalam wilayah epistemologi sains untuk membongkar ideologi sains yang sangat patriarkal. Dalam kacamata eko-feminisme, sains modern merupakan representasi kaum laki-laki yang dipenuhi nafsu eksploitasi terhadap alam. Alam merupakan representasi dari kaum perempuan yang lemah, pasif, dan tak berdaya. Dengan relasi patriarkal demikian, sains modern merupakan refleksi dari sifat maskulinitas dalam memproduksi pengetahuan yang cenderung eksploitatif dan destruktif.

Berangkat dari kritik tersebut, tokoh feminis seperti Hilary Rose, Evelyn Fox Keller, Sandra Harding, dan Donna Haraway menawarkan suatu kemungkinan terbentuknya genre sains yang berlandas pada nilai-nilai perempuan yang antieksploitasi dan bersifat egaliter. Gagasan itu mereka sebut sebagai Sains Feminis (Feminist Science).

Aliran-aliran Feminisme

Feminisme Liberal
Feminisme Liberal ialah pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar perempuan mendapat pendidikan yang sama. di abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan. dan di abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.

Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakangan pada perempuan ialah disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.

Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, yang berangkat dari pemahaman "Feminisme Kekuatan" sebagai solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.

Feminisme liberal bergerak untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan hanya menempatkan wanita pada posisi sub-ordinat. Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan keseharian yang individualis sangat mendukung keberhasilan gerakan feminisme. Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.

Feminisme Radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada.

Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan kekuasaan yang dilakukan kaum laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).

Feminisme Post-Modern
Ide Posmo - menurut anggapan mereka - ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial.

Feminisme Anarkis
Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.

Feminisme Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi.

Feminisme Sosialis
Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan.

Feminisme Post-kolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat.

Feminisme Nordic
Kaum ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial negara.

Feminisme, Paham yang Salah Kaprah
Sekilas, konsep feminisme tidak bermasalah karena bertujuan untuk mengangkat derajat kaum perempuan yang selama ini dianggap didiskriminasikan dan dilanggar hak-haknya oleh kaum lelaki. Tapi konsep feminisme yang notabene berasal dari Barat dan menggunakan standar-standar kehidupan perempuan Barat yang cenderung bebas,belakangan diketahui banyak menimbulkan masalah bagi kaum perempuan itu sendiri. Mereka justru tidak bahagia dalam hidupnya, bahkan banyak diantara kaum perempuan yang terjerumus dalam tindak kriminal.

Agenda feminisme yang dikedepankan kaum feminis terutama pada zaman sekarang ini, adalah persamaan hak yang cenderung membuat perempuan "identik" dengan laki-laki. Mereka menolak argumen bahwa “ kaum lelaki dan perempuan memiliki perilaku yang berbeda karena peran mereka dalam hidup pun berbeda”. Mereka menyebut orang-orang yang beragumen demikian sebagai orang yang 'seksis', dikriminatif, pendukung "agenda chauvinis kaum lelaki" dan ingin mengendalikan kaum perempuan dalam sebuah sistem masyarakat yang patriarkis.

Kesetaraan menurut konsep feminisme adalah:”bahwa laki-laki dan perempuan harus memiliki kehidupan yang sama, tanggung jawab yang sama dan pada akhirnya mengalami tekanan hidup yang sama.”

Apakah konsep itu membuat kaum perempuan bahagia? Ternyata tidak. Semakin perempuan merasa berhasil menjalankan standar-standar feminisme itu, kenyataannya semakin mereka merasa sengsara. Lembaga General Social Survey pernah melakukan penelitian tentang hal ini di kalangan masyarakat AS. Mereka meneliti bagaimana mood masyarakat AS mulai dari tahun 1972 hingga sekarang, dan hasilnya, kaum perempuan AS yang notabene menganut konsep feminisme, kehidupannya lebih suram dibandingkan kaum lelaki. Perempuan mengalami kondisi yang lebih buruk karena mereka diminta untuk memainkan dua peran yaitu tugas perempuan di dalam rumah dan tugas laki-laki mencari nafkah di luar. Sisi negativ lainnya,dengan 'revolusi feminisme', kaum perempuan menang dalam mendapatkan apa yang disebut kebebasan dalam dunia laki-laki,sementara kaum lelaki, banyak yang mengalami krisis jati diri. Sehingga tak heran jika sekarang banyak kaum lelaki yang 'feminim', berpakaian dan bertingkah laku seperti perempuan,bahkan dalam tanggug jawab rumah tangga tidak sedikit laki-laki yang mengandalkan pada kemampuan perempuan.

Disisi lain konsep feminisme yang sekarang berkembang telah membuat kaum perempuan, utamanya di negara-negara maju jadi meremehkan peran perempuan sebagai isteri dan ibu. Banyak diantara mereka yang tidak mau direpotkan dengan kewajiban-kewajiban sebagai isteri dan ibu sehingga mereka cenderung memilih melakukan seks bebas tanpa komitmen, memilih membesarkan anak-anak tanpa kehadiran seorang ayah bahkan menikah sesama jenis. Semuanya dilakukan atas nama "hak asasi perempuan."-kebebasan-.Jika sudah demikian, maka lenyaplah peran kaum perempuan dalam masyarakat. Sebagai seorang muslimah saya sedih melihat makin banyak kaum perempuan di berbagai penjuru dunia yang berlomba-lomba mengikuti jalan feminisme akhirnya jatuh ke jurang derita. bukankah Al-Quran dengan jelas telah menyebutkan bahwa Allah Swt menciptakan kaum lelaki dan kaum perempuan dengan berbeda? Masing-masing dianugerahi peran yang berbeda pula untuk saling mendukung sebagai satu tim, dan bukan untuk saling bersaing, "Tak seorang pun yang ingin mencerabut hak-hak kaum perempuan, tapi kita harus memahami bahwa kebebasan bukan berarti harus mendegradasikan kaum perempuan dan persamaan hak bukan berarti harus 'identik'. Kaum perempuan membawa karunia dan nilai-nilai yang unik bagi dunia. Peran perempuan dalam memulihkan nilai-nilai keluarga dalam kehidupan masyarakat yang modern bisa membuat kaum lelaki, anak-anak bahkan perempuan itu sendiri, hidup bahagia. Para muslimah rasanya tak perlu silau dengan propaganda kesetaraan gender dan persamaan hak asasi yang digaungkan para aktivis feminism.

Islam Tidak Menafikan Feminisme/Emansipasi
Di dunia Islam, wacana emansipasi pertama kali digulirkan oleh Syekh Muhammad Abduh (1849-1905 M). Tokoh reformis Mesir ini menekankan pentingnya anak-anak perempuan dan kaum wanita dalam mendapatkan pendidikan formal di sekolah dan perguruan tinggi, agar mereka mengerti hak-hak dan tanggung-jawabnya sebagai seorang Muslimah dalam pembangunan Umat. 

Pandangan yang sama juga dinyatakan oleh Hasan at-Turabi dari Sudan. Menurutnya, Islam mengakui hak. Hak perempuan di ranah publik, seperti kebebasan mengemukakan pendapat dan memilih, berdagang, menghadiri shalat berjama‘ah, ikut ke medan perang dan lain-lain. Ulama lain yang berpandangan kurang lebih sama adalah Syekh Mahmud Syaltut, Sayyid Qutb, Syekh Yusuf al-Qaradhawi dan Jamal A. Badawi. Sudah barang tentu para tokoh ini mendasari pendapatnya pada ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits.

Gerakan emansipasi perempuan dalam sejarah peradaban manusia sebenarnya dipelopori oleh risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Islam datang mengeliminasi adat-istiadat Jahiliyah yang berlaku pada masa itu, seperti mengubur hidup-hidup setiap bayi perempuan yang dilahirkan, mengawini perempuan sebanyak yang disukai dan menceraikan mereka sesuka hati, sampai pernah ada kepala suku yang mempunyai tujuh puluh hingga sembilan puluh istri. Semua ini telah dihapuskan untuk selama-lamanya.

Tokoh-tokoh reformis islam seperti Muhammad Abduh dan Yusuf al-Qaradhawi menyeru kita semua untuk kembali kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah dalam soal gender. Bagi mereka ketimpangan dan penindasan yang masih sering terjadi di kalangan Umat Islam lebih disebabkan oleh praktek dan tradisi masyarakat setempat. Seperti kita ketahui, tidak satu ayat pun dalam al-Qur’an yang menampakkan misogyny atau bias gender. Semua ayat yang membicarakan tentang Adam dan pasangannya, sejak di surga hingga turun ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang (humā ataupun kumā).

Di muka bumi, baik laki-laki maupun perempuan diposisikan setara. Derajat mereka ditentukan bukan oleh jenis kelamin, tetapi oleh iman dan amal shaleh masing-masing. Dalam kehidupan ini masing-masing mempunyai hak yang sama, namun masing-masing memiliki peran tersendiri dan tanggung-jawab berbeda sebagaimana lazimnya hubungan antar manusia. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, laki-laki dan perempuan dituntut untuk berperan dan berpartisipasi secara aktif, melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar serta berlomba-lomba dalam kebaikan. hanya saja caranya yang kadangkala tidak sama.

Mengutip perkataan Dr.Lois Lamya al-Faruqi : "mungkin benar, gerakan feminis di lingkungan Muslim hanya akan berhasil bila tetap mengacu pada ajaran Islam (al-Qur’an dan Sunnah), bukan sekedar menjajakan gagasan-gagasan asing yang diimpor dari luar yang belum tentu cocok untuk diterapkan atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Disamping itu, gerakan feminis di kalangan Muslim juga seyogyanya diletakkan dalam bingkai pembangunan umat secara keseluruhan, tidak chauvinistik dan hanya memikirkan kepentingan kaum wanita saja.  Sebagai bukti sejarah dalam islam telah tercatat banyak perempuan yang bisa kita jadikan suri tauladan. mulai dari ummul mukminin seperti Khodijah, Aisyah dan puteri Rosululloh SAW Fatimah Az Zahra ataupun perempuan-perempuan mulia lainnya yang namanya termaktub dalam Alquran karena ketakwaan dan kemuliaan akhlaknya seperti Maryam dan Asiyah (isteri firaun). Sementara yang tetap dikenang dari para para sohabiyah diantaranya Sumayyah dan Khaulah. Dan dari kalangan tabiit tabii”in ada Rabi’ah al Adawiyah. Kita juga bisa melihat peran para ummahatul aimmah dalam mendidik anak-anak mereka seperti ummu imam syafi’i, ummu imam malik dan Fatimah an Nisaburiyah yang kata-kata hikmah mereka dalam mendidik putra-putranya diabadikan dalam buku-buku islam. Sesungguhnya peran perempuan seyogyanyalah seperti yang diungkap al-Mutanabbi dalam salah satu sya'irnya:

Falau kana an-nisa’ ka man faqodnaa # Lafadlolatin nisa’u a’la ar rijaali
Fama at ta’nisu lismissyamsi 'aibun # wa ma at tadzkiru fakhrun lilhilali.

Ini membuktikan bahwa faktor kemuliaan seseorang tidak terletak pada jenis kelamin, melainkan amal dan peran yang telah dia berikan.

Bagi para pejuang gender hendaklah bersikap lebih bijak dan hati-hati dalam mengutarakan gagasan dan agenda mereka, agar tidak ‘menabrak rambu-rambu’ yang ada dan tidak ‘menuai badai’. Sebagaimana kata Imam al-Ghazali,” segala sesuatu jika sudah melewati batas, justru memantulkan kebalikannya” (kullu syay’in idzā bālagha haddahu in‘kasa ‘alā dhiddihi).

Wallohu a’lam bisshowab.

Sumber:
1. Hakadza thoriqus sholihaat, Dr. Muhammad Romadlon Abu Bakar Muhammad.
2. Feminisme, dalamWikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas.
Selanjutnya....

Meneruskan Spirit Ramadhan


Oleh: M. Dic Hidayat Ratuloly

Teringat kisah yang sudah sangat sering kita dengar dari kakek, nenek kita bahkan banyak diperdengarkan di surau-surau republic tercinta bagaimana seorang wanita pelacur masuk surga hanya karna memberi minum seekor anjing yang hampir mati kehausan. Bukti pertama bahwa dalam agama yang sempurna tidaklah hanya mengatur keshalehan individu tapi juga sosial. Maka, doktrin rahmatan lil alamin telah menemui ruangnya yang tepat.

Hari kemerdekaan kita tahun ini jatuh pada bulan Ramadhan dan karna takdir itulah yang membuat kita semakin termotivasi untuk meningkatkan militansi, tidak hanya militansi dalam ibadah mahdhoh tapi juga miitansi dalam bernegara, berbangsa dan bermasyarakat satu hadist dengan gaya bahasanya yang sangat nasionalis mengungkapkan ”bukanlah termasuk golonganku yang mampu tertidur lelap dimalam harinya namun tetangganya merengek kelaparan”. Orang-orang terdekat dahululah yang paling berhak untuk mendapatkan bagian dari harta kita. Inilah karakter muslim sejati, pribadi paling nasionalis sedunia.

Dan Satu waktu seorang ustadz menasehati “tak pernah air itu melawan kodrat yang di ciptakan,untuknya mencari daratan rendah, menjadi semakin kuat ketika dibendung dan menjadi nyawa kehidupan. selalu mengalir dari hulu ke hilirnya”. Lidah api selalu menjulang dan udara selalu mencari daerah minimum dari kawasan maksimum, anginpun berhembus. Edaran yang pasti pada keluarga galaksi, membuat manusia dapat membuat mesin pengukur waktu,menulis sejarah, catatan musim dengan penggalan. Ya Ramadhan tak pernah melawan kodrat yang di ciptakan untuknya, selalu membuat penghuninya dengan enteng melempar ‘ular bisa’ hartanya, jamuan iftor bertabrakan, hamper tak ada satu rumah muslimpun yang tak ingin rumahnya tak di singgahi oleh saudaranya walau hanya dengan air dan kurma. Cobalah cari diluar bulan Ramadhan adakah fenomena seperti ini.? Semua bergerak dengan harmoninya yang sangat indah.

Seorang bijak pernah berkata, ”keluarlah-keluarlah dari tahajudmu, keluarlah-keluarlah dari Ramadhanmu bawalah ruh tahajudmu, bawalah ruh Ramadhanmu ke kampus-kampus, ke kantor-kantor, ke pasar-pasar”. Tentulah Ramadhan itu memiliki ruh dan ruh yang luas membentang adalah ruh keshalehan sosial. Dan ketika Allah SWT menciptakan Ramadhan sebagai musimnya ketaatan. Maka, ketaatan itu harus juga menjalar di bulan-bulan lain. Begitu pula dalam dakwah. Tidak mungkin kita atau bahkan tidak boleh kita masuk surge sendirian. Kita perlu juga mengajak yang lainnya masuk surge bersama. Memang tak ada yang menjamin surge namun semangat untuk mendapatkanya tetaplah harus melekat di kening kita semua. Itulah mengapa Ruh menjalarkan kebaikan menjadi begitu penting.

Maka, saudaraku sekalian perlulah kita berdoa sebagaimana iqbal berdoa, ”tuhan ajari kami kembali tentang cinta. Agar kami dapat kembali mengumpulkan daun-daun yang berserakan”. Jika Iqbal hanya berhenti pada titik ini perlulah kita tambah doa kita, ”agar kami dapat mengumpulkan kebaikan-kebaikan yang berserakan di bulan Ramadhan menjadi satu kekuatan besar. Kekuatan tuk menciptakan keajaiban-keajaiban, mengembalikan kejayaan peradaban Islam, mengkonversi energy potensial menjadi sebuah energy kinetik”.

Kita semua mendamba masyarakat madani, itu semua hanya akan terwujud jika kita membawa ruh Ramadhan, ruh tahajud, ruh menjalarkan kebaikan di lingkaran kehidupan kita. Kampus, kantor, pasar dan seluruh tempat dimana kita berada di dalamnya. Dan sekali lagi itu semua tergantung perilaku kolektif kita sebagai umat Islam. Maka, ustadziatul a’lam (soko guru peradaban dunia) bukanlah sebuah angan-angan tapi merupakan narasi besar dari sebuah target besar. []
Selanjutnya....