Meneruskan Spirit Ramadhan

17 Sep 2010


Oleh: M. Dic Hidayat Ratuloly

Teringat kisah yang sudah sangat sering kita dengar dari kakek, nenek kita bahkan banyak diperdengarkan di surau-surau republic tercinta bagaimana seorang wanita pelacur masuk surga hanya karna memberi minum seekor anjing yang hampir mati kehausan. Bukti pertama bahwa dalam agama yang sempurna tidaklah hanya mengatur keshalehan individu tapi juga sosial. Maka, doktrin rahmatan lil alamin telah menemui ruangnya yang tepat.

Hari kemerdekaan kita tahun ini jatuh pada bulan Ramadhan dan karna takdir itulah yang membuat kita semakin termotivasi untuk meningkatkan militansi, tidak hanya militansi dalam ibadah mahdhoh tapi juga miitansi dalam bernegara, berbangsa dan bermasyarakat satu hadist dengan gaya bahasanya yang sangat nasionalis mengungkapkan ”bukanlah termasuk golonganku yang mampu tertidur lelap dimalam harinya namun tetangganya merengek kelaparan”. Orang-orang terdekat dahululah yang paling berhak untuk mendapatkan bagian dari harta kita. Inilah karakter muslim sejati, pribadi paling nasionalis sedunia.

Dan Satu waktu seorang ustadz menasehati “tak pernah air itu melawan kodrat yang di ciptakan,untuknya mencari daratan rendah, menjadi semakin kuat ketika dibendung dan menjadi nyawa kehidupan. selalu mengalir dari hulu ke hilirnya”. Lidah api selalu menjulang dan udara selalu mencari daerah minimum dari kawasan maksimum, anginpun berhembus. Edaran yang pasti pada keluarga galaksi, membuat manusia dapat membuat mesin pengukur waktu,menulis sejarah, catatan musim dengan penggalan. Ya Ramadhan tak pernah melawan kodrat yang di ciptakan untuknya, selalu membuat penghuninya dengan enteng melempar ‘ular bisa’ hartanya, jamuan iftor bertabrakan, hamper tak ada satu rumah muslimpun yang tak ingin rumahnya tak di singgahi oleh saudaranya walau hanya dengan air dan kurma. Cobalah cari diluar bulan Ramadhan adakah fenomena seperti ini.? Semua bergerak dengan harmoninya yang sangat indah.

Seorang bijak pernah berkata, ”keluarlah-keluarlah dari tahajudmu, keluarlah-keluarlah dari Ramadhanmu bawalah ruh tahajudmu, bawalah ruh Ramadhanmu ke kampus-kampus, ke kantor-kantor, ke pasar-pasar”. Tentulah Ramadhan itu memiliki ruh dan ruh yang luas membentang adalah ruh keshalehan sosial. Dan ketika Allah SWT menciptakan Ramadhan sebagai musimnya ketaatan. Maka, ketaatan itu harus juga menjalar di bulan-bulan lain. Begitu pula dalam dakwah. Tidak mungkin kita atau bahkan tidak boleh kita masuk surge sendirian. Kita perlu juga mengajak yang lainnya masuk surge bersama. Memang tak ada yang menjamin surge namun semangat untuk mendapatkanya tetaplah harus melekat di kening kita semua. Itulah mengapa Ruh menjalarkan kebaikan menjadi begitu penting.

Maka, saudaraku sekalian perlulah kita berdoa sebagaimana iqbal berdoa, ”tuhan ajari kami kembali tentang cinta. Agar kami dapat kembali mengumpulkan daun-daun yang berserakan”. Jika Iqbal hanya berhenti pada titik ini perlulah kita tambah doa kita, ”agar kami dapat mengumpulkan kebaikan-kebaikan yang berserakan di bulan Ramadhan menjadi satu kekuatan besar. Kekuatan tuk menciptakan keajaiban-keajaiban, mengembalikan kejayaan peradaban Islam, mengkonversi energy potensial menjadi sebuah energy kinetik”.

Kita semua mendamba masyarakat madani, itu semua hanya akan terwujud jika kita membawa ruh Ramadhan, ruh tahajud, ruh menjalarkan kebaikan di lingkaran kehidupan kita. Kampus, kantor, pasar dan seluruh tempat dimana kita berada di dalamnya. Dan sekali lagi itu semua tergantung perilaku kolektif kita sebagai umat Islam. Maka, ustadziatul a’lam (soko guru peradaban dunia) bukanlah sebuah angan-angan tapi merupakan narasi besar dari sebuah target besar. []

0 comments:

Posting Komentar